Selamat Jalan Sang "Jenderal Lapangan"....

Selamat Jalan Sang "Jenderal Lapangan"....

Pelayat datang silih berganti sampai lewat larut tengah malam. Mulai dari pejabat pemerintahan, kepolisian, militer sampai dengan wartawan. Tidak hanya itu, rakyat miskin pun tidak mau ketinggalan. Sama seperti pejabat tadi, mereka turut memberikan penghormatan terakhir kepada sang legendaris, Olo Panggabean.

Tokoh kharismatik yang dikenal sangat dermawan ini disemayamkan di kediaman Jl Sekip No. 36, Kecamatan Medan Barat, Sumatera Utara (Sumut). Rumah yang dikenal dengan istilah “Gedung Putih” itu, salah satu dari kediaman anak ketujuh dari delapan bersaudara ini, buah hati pasangan suami istri almarhum Friedolin Panggabean dan Esther Hutabarat.

Gedung ini memiliki cat berwarna putih, sama sekali tidak pernah luput dari perhatian masyarakat setiap melintas, yang sekitar tahun 2000 – an lalu, pernah diberondong peluru oknum aparat kepolisian. Saat ini, di kawasan itu dianggap sebagai salah satu daerah paling aman, yang tidak pernah ada gangguan, pengutipan uang di kalangan masyarakat.

Olo Panggabean meninggal dunia sebulan sebelum genap berusia 68 tahun. Pria kelahiran 24 Mei 1941, yang memiliki nama lengkap Sahara Oloan Panggabean ini, sangat banyak meninggalkan kenangan. Sehingga, tidak sedikit orang yang merasa kehilangan. Apalagi, namanya sudah cukup dikenal. Mulai dari anak kecil, dewasa sampai ke pejabat negara.

“Dia meninggal dunia karena penyakit yang sudah komplikasi. Salah satunya adalah penyakit gula (diabetes). Penyakit beliau ini sering kambuh. Senin kemarin dia dibawa berobat oleh keluarganya ke Singapura,” ujar Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Ikatan Pemuda Karya (DPP IPK), Darwin Syamsul Samah di rumah duka.

Pagi sebelum meninggal dunia, pendiri organisasi IPK tahun 1969 itu, kepada keluarganya minta dibawa pulang. Kemudian oleh keluarganya, Olo pun dibawa pulang dengan menumpang pesawat khusus medivac (medical evacuation flight) LR 35 A/HS-CFS milik maskapai Thai Flying. Pesawat ini mendarat sekitar pukul 13.34 WIB di Bandara Polonia Medan.

Pesan
Dalam kondisi kritis, dibantu alat pernafasan melalui selang oksigen, Olo Panggabean langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum (RSU) Gleni Jl Listrik Medan. Sebelum meninggal, almarhum banyak menitipkan pesan untuk dilaksanakan nantinya. Salah satunya, Olo minta dimakamkan satu kuburan dengan kedua orangtua berserta saudara – saudaranya.

Almarhum akan dikebumikan di Pekuburan Kristen Taman Eden kawasan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sabtu nanti. Proses persemayaman di rumah duka, memakan waktu sampai tiga hari karena masih banyak keluarga, kerabat maupun sahabat terdekat, yang belum datang. Selain untuk masyarakat di daerah ini, pesan itu juga diamanahkan kepada seluruh organisasi kepemudaan.

“Beliau berpesan kepada kami mewakili IPK, bersama dengan seluruh organisasi kemasyarakatan dan pemuda, agar tetap menjaga situasi kondusivitas Sumatera Utara. Jangan sampai ada lagi organisasi yang terlibat dalam pertikaian, apalagi menjelang pemilihan presiden mendatang. Daerah ini harus maju, masyarakat hidup rukun dan damai,” katanya.

Menurut Darwin, amanah tersebut sudah menjadi kewajiban untuk mereka jalankan. Tidak hanya itu, Olo yang akrab dipanggil dengan sebutan “Pak Ketua” ini juga memberikan pesan lain, sama seperti ketika dia semasa hidupnya, tanpa pamrih memberikan bantuan kepada orang susah. Baik itu bantuan yang bersifat moril maupun materil.

“Insya Allah, segala apa yang disampaikan almarhum sesaat sebelum meninggal dunia, nantinya tetap kami jalankan. Kami juga akan berusaha untuk melaksanakan kegiatan sosial, melanjutkan misi kemanusiaan yang sudah lama ditanamkannya. Kami tetap berusaha untuk menjaga nama baiknya, berbuat untuk masyarakat,” imbuhnya.

Tanda Terakhir
Sebelum meninggal, lajang tua ini memang sudah banyak memberikan tanda – tanda. Bahkan, setahuan yang lalu, persisnya di bulan November 2008, almarhum sudah memberikan sinyal kepada mantan Ketua DPP IPK Moses Tambunan, teman bicaranya. Olo sudah menyatakan kesiapan dirinya untuk menghadap Sang Pencipta.

“Dia mengaku sudah membeli lahan untuk dikuburkan bersama kedua orangtua beserta saudara – saudaranya di Taman Eden. Bahkan, saat perayaan Hari Paskah bulan April kemarin, dia mengajak saya untuk berjumpa, sekadar bercerita saja. Tidak banyak yang disampaikannya, selain hanya memberikan ucapan Selamat Paskah,” kata Moses mengingat.

Moses menyampaikan, belum ada sosok yang dapat mengimbangi kebaikan Olo Panggabean. Kemuarahan hati dalam setiap menolong orang tanpa banyak melakukan pertimbangan. Jumlah orang yang sudah dibantunya diperkirakan mencapai jutaan orang. Tidak sedikit orang yang berhasil atas bantuan almarhum semasa hidupnya.

“Banyak sekali yang sudah berhasil. Ada yang sudah menjadi pejabat pemerintahan, perwira polisi. Dari kalangan militer pun, baik itu dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU) maupun Angkatan Laut (AL), juga banyak yang berhasil. Ini belum seberapa, bila dibandingkan dengan orang susah yang dibantunya. Bantuan itu uang dia sendiri,” jelasnya.

Menurut Moses, uang yang sudah diberikan Olo Panggabean dalam bentuk bantuan, bila ditotal sudah tidak terhitung lagi. Dulu, istri pelawak Doyok pernah dibantu, sebelum meninggal. Selain itu, bayi kembar siam Anggi dan Anjeli asal Simalungun, yang menjalani operasi pemisahan di rumah sakit di Singapura, dengan biaya tidak sedikit.

Selain itu, Olo Panggabean juga pernah membiayai seluruh biaya perobatan gadis malang korban ala sum kuning, untuk dirujuk ke Rumah Sakit Gleneagles. Begitu juga dengan anak miskin yang disekolahkan Olo Panggabean, diperkirakan mencapi ribuan orang. Moses juga mengaku sebagai salah seorang yang sering dibantu almarhum.

“Sungguh luar biasa baiknya. Tidak ada sama sekali mengharapkan pamrih saat menolong orang. Dia sangat disenangi banyak orang, sahabat dari semua suku, agama maupun antargolongan. Setiap ada kegiatan sosial, baik itu yang dilakukan mahasiswa maupun organisasi, lembaga swadaya maupun kegiatan keagamaan, pasti dibantunya,” ia memaparkan.

Tokoh
Olo Panggabean dikenal sebagai seorang sosok tokoh yang sangat peduli dengan masyarakat. Selain disenangi kawan, dia juga disegani banyak lawan. Namanya begitu terkenal. Tidak hanya dikenal di Indonesia, nama Olo Panggabean juga tidak asing di mancanegara. Olo Panggabean menjadi legenda, mempunyai banyak peranan dalam menyatukan kebersamaan.

“Dia ini merupakan satu – satunya tokoh yang berhasil merangkul seluruh agama, sehingga tidak pernah terjadi perpecahan. Saya rasa, belum ada orang Batak yang bisa berbuat, terkecuali dirinya. Saya sudah sering ke luar negeri, nama beliau sering ditanyakan. Banyak orang hanya mengetahui nama, tapi tidak kenal wajah,” ungkap Djonggi Simorangkir, famili Olo Panggabean.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokad Indonesia (DPP Ikadin) Bagian Hak Asasi Manusia (HAM) ini, Olo Panggabean semasa hidupnya mempunyai kerpribadian yang unik. Selain sering membantu rakyat kecil, Olo juga mempunyai kebiasaan memberikan uang kepada orang yang sedang bernyanyi di tempat keramaian.

“Tidak tanggung – tanggung, uang diberikan dia kepada orang yang berani bernyanyi itu, mencapi jutaan rupiah. Ini hanya sekali bernyanyi saja. Kalangan artis pun banyak yang kecipratan rejeki dibuatnya, langsung datang bila diundang untuk tampil dalam suatu acara besar. Dia juga sahabat seluruh partai politik, tidak ada memilih – milih,” sebutnya.

Rahmad Shah, salah seorang tokoh di daerah ini, mengaku sangat terkejut saat mendapat kabar duka tersebut. Usai melayat di rumah duka, Rahmad yang juga pengusaha terkemuka di daerah ini, meneteskan air mata. Menurut dia, sudah cukup banyak peranan almarhum semasa hidupnya, apalagi dalam memajukan daerah ini.

“Begitu cepat dia pergi. Kita hanya bisa mendoakan, semoga almarhum diterima di sisiNya. Dia sudah cukup banyak berjasa, membantu semua orang sudah maupun pemerintah. Saya sendiri terpaksa untuk merelakan kepergiannya. Dia banyak meninggalkan kenangan – kenangan indah, yang penuh dengan kedamaian,” ujarnya.

Kiprah
Olo Panggabean diperhitungkan setelah keluar dari organisasi Pemuda Pancasila, saat itu di bawah naungan Effendi Nasution alias Pendi Keling, salah seorang tokoh Eksponen ‘66’. Tanggal 28 Agustus 1969, Olo Panggabean bersama sahabat dekatnya, Syamsul Samah mendirikan IPK. Masa mudanya itu, dia dikenal sebagai preman besar.

Wilayah kekuasannya di kawasan bisnis di Petisah. Dia juga sering dipergunakan oleh pihak tertentu sebagai debt collector. Sementara organisasi yang didirikan terus berkembang, sebagai bagian dari lanjutan Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila), di bawah naungan dari Koordinasi Ikatan – ikatan Pancasil (KODI), dan pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (Gakari).

Tidak lama kemudian, namanya dijadikan pengusaha sebagai sandaran dari berbagai gangguan. Organisasi tersebut kemudian mempunyai komitmen, sebagai penyalur aspirasi Partai Golkar. Seiring dengan perkembangan aman, Olo Panggabean semakin tenar. Sayangnya, apa yang dilakukan kontraversial dengan adanya tudingan miring. Tidak sedikit orang mengujinya, termasuk ingin mengadu kekuatan massa.

Selain itu, Olo Panggabean pernah dituding sebagai pengelola sebuah perjudian besar di Medan. Semasa Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumut, IPK pernah diminta untuk menghentikan praktik kegiatan judi. Tudingan itu membuat Moses Tambunan marah besar. Sebagai anak buah Olo Panggabean, Moses menantang Sutiono untuk dapat membuktikan ucapannya tersebut.

Persoalan ini diduga sebagai penyulut insiden di kawasan Petisah. Anggota brigade mobile (Brimob) terluka akibat penganiayaan sekelompok orang. Tidak merasa senang, korban yang terluka itu melaporkan kepada rekan – rekannya. Insiden ini menjadi penyebab persoalan, sekelompok oknum itu memberondong “Gedung Putih” dengan senjata api.

Setelah pergantian Sutiono, Kapolda Sumut kemudian dijabat oleh Irjen Sutanto, mantan Kapolri. Melalui surat, Olo dipanggil untuk datang. Ini masih seputar judi “Kim”, sebut kupon berhadiah uang di arena Medan Fair. Merasa tidak mempunyai masalah, Olo Panggabean mengutus wakilnya. Setelah Sutanto menjadi Kapolri, banyak orang menyebarkan isu, masalah perjudian dikaitkan dengan nama Olo Panggabean.

Bagi Olo, isu itu dianggap angin lalu. Namun, tetap saja ada pihak yang ingin memancing kemarahannya, semakin berjaya apalagi dirinya menjadi saudara angkat mantan Panglima Kodam (Pangdam) I Bukit Barisan, Mayjen Tritamtomo Panggabean, abang dari Kapolri Bambang Hendarso Danuri. Kini, isu tersebut sudah berlalu. Seluruh masyarakat menyatakan belasungkawa. Dan, Selamat Jalan Pak Ketua … [SP/Arnold H Sianturi](Jumat, 1 Mei 2009)
Olo Panggabean Sang Dermawan Itu Telah Berpulang

Olo Panggabean Sang Dermawan Itu Telah Berpulang

(Medan)Telepon selular SP pada Kamis (30/4) sejak pukul 10.30, berdering tidak seperti biasanya. Pasalnya berbagai kalangan dari berbagai profesi di kota Medan, Jakarta hingga Surabaya, menelepon atau meng-sms, mengajukan satu pertanyaan yang sama; “Benarkah Olo Panggabean telah meninggal?.” Sebuah reaksi merespon kabar yang tampaknya telah tersiar cepat hingga ke pelosok negeri. Padahal tokoh pemuda Sumatera Utara (Sumut) kharismatik yang dijuluki ”Ketua” tersebut, masih dirawat intensif di RS Mount Elizabeth Hospital, Singapura, namun keadaan kritis.

Selama tiga hari terakhir, Olo sempat beberapa kali mengalami koma karena komplikasi penyakit antara lain gula dan ginjal. Atas permintaan keluarga, karena kondisi tidak lagi memungkinkan, Olo Panggabean dibawa kembali ke kampung halamannya.

Olo dibawa mengunakan pesawat khusus medivac (medical evacuation flight) dan tiba di Polonia Medan sekitar pukul 13.30.

Ia kemudian di bawa menuju Rumah Sakit Gleneagles Medan Jalan Listrik Medan. Namun sekitar pukul 14.15, Olo menghembuskan nafas terakhirnya. ”Pihak keluarga meminta karena kondisinya sudah tidak lagi memungkinkan, sehingga beliau (Olo-red) di bawa kembali ke kampung halaman. Namun pukul 14.15, beliau meninggal,”kata Panugari Panggabean, salah seorang sanak keluarga Olo Panggabean kepada SP, Kamis (20/4) siang.

Ibarat virus, khabar meninggalnya Olo Panggabean langsung menggema di seantro kota Medan dan sekitarnya. Ribuan orang, mulai dari tukang becak, pegawai, aparat kepolisian maupun militer, terlihat memadati sekitar rumah duka yang dikenal dengan sebutan ”Gedung Putih.”

Mereka berkerumun hendak menunggu kedatangan jenasah tokoh fenomal yang dikenal dermawan dan kontroversial tersebut. Ratusan bunga papan turut berduka cita memenuhi sepanjang Jalan Sekip Medan hingga ke Gatot Subroto Medan. Sebenarkah siapakah Olo Panggabean?

Sosok Misterius

Olo Panggabean, lahir di Tarutung pada tanggal 24 Mei 1941. Pria bernama lengkap Sahara Oloan Panggabean, merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Namanya begitu terkenal, meski bagi banyak kalangan sosoknya teramat misterius.

Pada masa hidupnya, untuk menemui atau hanya melihat sosok ”Ketua” itu bukanlah perkara gampang. Hanya orang-orang tertentu yang tahu keberadaannya di suatu tempat, itupun dengan pengawalan berlapis-lapis yang selalu mengitari kemanapun dia pergi. Sang ”Ketua” itu pun selalu menghindari wartawan. Dia bahkan pernah memberikan uang kepada wartawan untuk tidak mewawancarai ataupun mengabadikan dirinya melalui foto. Sehingga jangan heran jika banyak kalangan masyarakat yang terkejut dengan kepergiannya jika masih diliputi penasaran dengan sosok Olo Panggabean tersebut.

Memang dalam pertemuan SP dengan Olo Panggabean di salah satu kota Medan, beberapa tahun lalu, sosoknya sangat bertolak belakang dari sebutannya yang dikenal sebagai ”Kepala Preman.” Perawakannya seperti orang biasa dengan penampilan yang cukup sederhana. Ia hanya mengunakan sebuah jam tangan emas tanpa satupun cincin yang menempel di jarinya. Sorot matanya terlihat berair seperti mengeluarkan air mata, tetapi memiliki lirikan yang sangat tajam. ”Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Bang, soalnya saya kan sampai sekarang masih lajang,”ujar Olo sambil tertawa, menunjukkan gigi kanan atas yang sudah mulai ompong. Meski begitu, pengawal rata-rata bertubuh besar berkumis tebal dengan kepalan rata-rata sebesar buah kelapa.

Olo Panggabean merupakan tokoh pemuda Sumut berpengaruh yang kharisma sekaligus kontroversi. Keterlibatan Olo dalam kepemudaan, telah dirintisnya semenjak ia menjadi anggota Pemuda Pancasila (PP) di bawah kepemimpinan HMY Effendi Nasution alias Pendi Keling, pada tahun 60-an. Pada saat itu Olo memulai karier sebagai debt collector. Perlahan namanya dikenal banyak orang dan mulai dijadikan sandaran bagi kalangan pengusaha sebagai backup terhadap gangguan kekerasan.

Pada 28 Agustus 1969, bersama beberapa temannya, Olo Panggabean membentuk organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang diberi nama Ikatan Pemuda Karya (IPK).

Melalui IPK Olo kemudian membangun ”kerajaannya” yang sempat malang melintang di berbagai aspek kehidupan di Sumut dan menghantarkannya dengan julukan ”Ketua.” Selain kerap disebut ”Kepala Preman”, yang dikaitkan dari nomor seri plat kendaraannya yang seluruhnya berujung ”KP”, Olo juga dikenal orang sebagai ”Raja Judi” yang mengelola perjudian di Sumut. Namun segala hal tersebut, belum pernah tersentuh atau dibuktikan oleh pihak yang berwajib. Terasa, tapi tidak teraba.

Olo Panggabean pernah beberapa kali terlibat masalah dengan kepolisian. Pada tahun 1999, rumah Olo di Medan Barat pernah diberondong anggota Brigade Mobil (Brimob). Pada pertengahan 2000, Olo juga dikabarkan menerima perintah panggilan dari Jenderal Sutanto, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumut terkait masalah perjudian. Namun panggilan tersebut dikabarkan ditolak Olo Panggabean, dengan hanya mengirimkan seorang wakil sebagai penyampai pesan. Ketika Sutanto menjabat sebagai Kepala Kepolisian RI (Kapolri) tahun 2005 dengan program pemberantasan judi, berbagai ”bisnis” Olo Panggabean dikabarkan mengalami banyak penurunan. Meski demikian bukan berarti kekuatan finansial-nya, hilang begitu saja. Olo juga dikabarkan sempat mengelola bisnis properti dan real estate di kota Medan. Seiring perjalanan waktu, perlahan-lahan ”kerajaan” yang dibangun Olo Panggabean mulai memudar disamping kondisi kesehatannya yang memburuk.

Pada akhir 2008, Olo Panggabean yang kembali harus berurusan pihak polisi. Namun kali ini, kasusnya berbeda yakni untuk melaporkan kasus penipuan terhadap dirinya oleh sejumlah rekannya dalam kasus jual beli tanah sebesar Rp 20 miliar di kawasan Titi Kuning, Medan Johor.

Sang Dermawan

Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, sosok Olo Panggabean dikenal banyak masyarakat sebagai tokoh yang sangat dermawan. Ia kerap ”menabur” uang di berbagai kegiatan yang dihadirinya. Sehingga jangan heran jika masyarakat berbondong-bondong hadir untuk dekat dengannya. Tidak sedikit pula yang kagum termasuk bercita-cita sepertinya. Tidak itu saja, Sang ”Ketua” juga tidak sungkan-sungan memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Salah satu contoh, operasi kembar siam Anggi-Anjeli, bayi kembar siam asal Desa Serbelawan Kec Dolok Batu Nanggar Kab Simalungun, yang dibiayainya untuk operasi ke Singapura. ”Saya sangat merasa kehilangan dengan Pak Olo karena berkat kepedulian beliaulah kami sekeluarga bisa melihat anak saya lebih lama,”kata Sobari, ayah Anggi-Anjeli ketika dihubungi SP, Kamis (30/4).

Hal itu pula yang diakui oleh Gubernur Sumut Syamsul Arifin yang merasa kehilangan dengan meninggalnya tokoh pemuda tersebut. “Selama ini, Bang Olo merupakan tokoh pemuda yang dermawan dan memiliki kepedulian tinggi terhadap sosial masyarakat. Olo juga sering memberikan bantuan kepada mereka yang putus sekolah. Jadi kita tentu sangat kehilangan beliau,”kata Syamsul.

Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila (PP) Sumut Anuar Shah alias Aweng mengaku bahwa Olo Panggabean merupakan tokoh pemuda senior yang sangat menghargai para juniornya. “Kesan saya kepada beliau seperti itu. Beliau sangat menghormati juniornya meski terkadang kita berseberangan,”ujar Aweng.

Menurutnya, kalaupun selama ini antara organisasi yang dipimpinnya dan organisasi yang dibesarkan Olo Panggabean kerap terjadi bentrok, merupakan hal yang lumrah dalam persaingan organisasi yang bergerak di bidang dan di wilayah yang sama.

“Tetapi kami tetap menganggap beliau sebagai senior. Karena sampai detik kepergiannya, beliau belum pernah menyatakan keluar dari keanggotaan PP,”kata

Aweng berharap, pengganti Olo Panggabean nantinya dapat bersama-sama meneruskan yang dicita-citakan Olo Panggabean. “Cita-cita beliau seingat saya adalah bagaimana memperjuangkan masalah “perut” anggota. Untuk itu mari duduk bersama dalam mengkaryakan anggota,”kata Aweng. Selamat Jalan Ketua…[SP/Henry Sitinjak] (Jumat, 1 Mei 2009)
Habitat Rusak, Gajah TNBT Berkeliaran di Kebun Sawit

Habitat Rusak, Gajah TNBT Berkeliaran di Kebun Sawit

[JAMBI] Tim Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi hingga Jumat (1/5) masih kesulitan menghalau serangan yang mengamuk di Kabupaten Tebo, Jambi. Sekitar 30 ekor kawanan gajah yang ke luar dari hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) tersebut masih berkeliaran di kawasan perkebunan kelapa sawit petani.
Koordinator Penyelamatan Satwa Langka Dilindungi BKSDA Provinsi Jambi, Krismanko Padang kepada SP Jumat (1/5) pagi menjelaskan, timnya masih mengamati pergerakan kawanan gajah tersebut. Kawanan gajah yang telah merusak sekitar 174 hektare (ha) tanaman sawit warga Desa Sekutur Jaya dan Bukit Pemuatan, Kecamatan Serai Serumpun, Kabupaten Tebo, tersebut diupayakan dihalau kembali masuk TNBT.
"Kita sedang berusaha menghalau kawanan gajah agar tidak sampai menyerang perkampungan warga. Kawanan gajah tersebut kita upayakan kembali ke TNBT agar tidak sampai dibunuh petani,"katanya.
Menurut Krismanko, guna mengendalikan serangan kawanan gajah tersebut, pihaknya juga membatasi pergerakan gajah agar tidak sampai masuk perkampungan. Setelah itu kawanan gajah itu dihalau agar keluar dari kawasan kebun sawit.
Sementara itu Camat Serai Serumpun, Kamal mengatakan, serangan gajah ke kawasan perkebunan kelapa sawit yang terjadi dua hari ini meresahkan petani. Para petani di daerah itu tidak berani ke kebun dan ladang hingga Jumat (1/5) karena kawanan gajah masih berkeliaran di dalam areal kebun sawit.
"Warga juga resah karena khawatir gajah tersebut menyerang permukiman. Karena itu kami sangat mengharapkan bantuan BKSDA Jambi dan aparat keamanan untuk menghalau kawanan gajah tersebut kembali ke TNBT,"katanya.
Sementara itu, Direktur Ekseskutif Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) Jambi, Rakhmat Hidayat kepada SP, Jumat (1/5) pagi menjelaskan, keluarnya kawanan gajah dari TNBT akibat kerusakan hutan di kawasan taman nasional itu. Kerusakan hutan tersebut disebabkan pembangunan hutan tanaman industri (HTI), perkebunan kelapa sawit dan pembukaan perladangan.
"Saat ini sebagian besar hutan penyangga TNBT di perbatasan Jambi dan Riau rusak. Padahal kawasan itu merupakan habitat gajah. Kerusakan habitat itu membuat gajah masuk ke perkebunan sawit mencari sumber makan,"katanya. [141]
80 Persen Anggota DPRD Muarojambi Terdepak

80 Persen Anggota DPRD Muarojambi Terdepak

[JAMBI] Sekitar 80 persen anggota DPRD Muarojambi periode 2004 - 2009 yang maju pada Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif, 9 April 2009 terdepak. Kursi mereka di DPRD Muarojambi untuk periode 2009 - 2014 direbut calon legislatif (caleg) muka baru. Anggota DPRD lama di daerah itu yang bertahan hanya tujuh orang atau 20 persen.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Muarojambi, Asnawi kepada wartawan di Sengeti, Muarojambi, Rabu (22/4) menjelaskan, perolehan kursi DPRD Muarojambi hasil Pemilu Legislatif 2009 tersebut ditetapkan pada rapat pleno penghitungan suara di KPU setempat yang berakhir Selasa (21/4) malam. Jumlah suara sah Pemilu Legislatif 2009 untuk DPRD kabupaten itu sekitar 164.419 pemilih atau 73,13 persen dari 224.826 pemilih. Perolehan suara pemilu legislatif Kabupaten Muarojambi tersebut direkapitulasi di KPU Provinsi Jambi, Rabu (23/4).

Menurut Asnawi, caleg yang paling banyak merebut kursi DPRD Muarojambi berasal dari Partai Demokrat, yakni enam orang. Kemudian caleg PAN meraih lima kursi, Partai Golkar dan PDIP masing-masing empat kursi, PKB dan PKS masing-masing meraih tiga kursi, Partai Hanura, PPP, PBB dan PKPB masing-masing dua orang. Sedangkan Partai Gerindra hanya meraih kursi satu orang.

Dijelaskan, caleg perempuan nyang berhasil mendapatkan kursi di DPRD Muarojambi hasil Pemilu Legislatif 2009 hanya enam orang atau 17 persen. Caleg tersebut berasal dari Partai Demokrat dua, PDIP (satu orang), Partai Golkar satu orang dan Partai Gerindra satu orang. [141]
Ratusan Rumah di Kerinci Rusak Diterjang Angin Puting Beliung

Ratusan Rumah di Kerinci Rusak Diterjang Angin Puting Beliung

[JAMBI] Sudah jatuh di timpa tangga pula. Itulah yang dialami ratusan warga beberapa desa di kaki Gunung Kerinci, Kecamatan Kayuaro, Kabupaten Kerinci, Jambi. Di tengah pengungsian warga akibat semburan debu hitam Gunung Kerinci, pemukiman warga diterjang angin puting beliung dan hujan es.

Angin puting beliung tersebut menyebabkan sekitar 161 unit rumah warga desa rusak ringan dan 70 unit rumah rusak berat. Kemudian sedikitnya 125 hektare (ha) tanaman sayuran dan padi warga desa juga rusak.

Kepala Bagian Pemberitaan Humas, Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kerinci, Amir Syam yang dihubungi SP dari Kota Jambi Rabu (22/4) pagi menjelaskan, warga desa kaki Gunung Kerinci yang rumahnya rusak berat diterjang angin puting beliung mengungsi ke rumah tetangga. Mereka terpaksa mengungsi mereka karena angin puting beliung mengakibatkan atap rumah terbang.

Dijelaskan, sebanyak 136 unit rumah warga yang rusak diterjang angin puting beliung dan hujan es Selasa (21/4) terdapat di Desa Sungai Rumpun, Kecamatan Gunung Tujuh.
Sebanyak 45 unit rumah di antaranya rusak berat. Sedangkan 25 unit rumah warga yang rusak berat terdapat di Desa Bendung Air, Kecamatan Kayu Aro.

Menurut Amir Syam, kendati mengakibatkan banyak rumah warga dan tanaman yang rusak, angin puting beliung tersebut tidak sampai menelan korban jiwa. Namun warga masih diliputi rasa khawatir terhadap peningkatan aktifitas Gunung Kerinci.

Sementara itu, Koordinator Petugas Pemantauan Gunung Kerinci, Heri Prasetyo mengatakan, aktifitas Gunung Kerinci hingga Rabu (22/4) semakin menurun. Semburan debu sudah berhenti. Sedangkan suara gemuruh gunung hanya sesekali terdengar.

"Aktifitas Gunung Kerinci sudah menurun. Tak ada lagi semburan debu hitam. Suara letusan di gunung itu pun semakin jarang terdengar. Karena itu warga kita minta tidak perlu panik. Kita selalu menginformasikan keadaan gunung ini,"katanya. [141]
Gunung Kerinci Semburkan Debu, Warga Mulai Mengungsi

Gunung Kerinci Semburkan Debu, Warga Mulai Mengungsi

[JAMBI] Pengungsian warga desa di sekitar Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi hingga Selasa (21/4) pagi masih terus berlangsung menyusul semburan debu yang dimuntahkan gunung tersebut. Semburan debu hitam tersebut
membuat rumah-rumah warga desa di kaki gunung itu tertutup debu hitam. Hingga Selasa pagi, kepundan gunung tersebut masih mengeluarkan lelehan larva disertai suara gemuruh. Gunung tersebut dinyatakan dalam status waspada.

Kepala Bagian Pemberitaan Humas dan Informasi Komunikasi Pemerintah Kabupaten Kerinci, Amir Syam yang dihubungi SP dari Jambi Selasa (21/4) pagi mengatakan, pihaknya kini menyiapkan jalur dan tempat evakuasi warga desa di sekitar kaki Gunung Kerinci. Kewaspadaan ditingkatkan mencegah jatuhnya korban jika aktifitas gunung tersebut terus meningkat dan meletus.

Dijelaskan, sejak terjadinya muntahan debu hitam dan letusan-letusan Gunung Kerinci, Senin (20/4) malam, warga desa sekitar gunung tersebut langsung mengungsi. Desa-desa yang terkena semburan debu hitam gunung tersebut tersebut semuanya di Kecamatan Kayuaro, yakni Desa Kersik Tuo, Batang Sangir, Gunung Labu, Geri Mulyo, Sungai Tanduk, Patok Empat, Lindung Jaya, Koto Tengah dan Desa Bendung Air.

"Desa yang paling parah terkena semburan debu hitam tersebut, Desa Kersik Tuo
yang paling dekat dengan puncak Gunung Kerinci. Warga desa mengungsi ke rumah keluarga mereka di desa tetangga seperti Desa Bedeng Dua dan Bedeng Delapan, Kecamatan Kayu Aro,"katanya.

Sementara itu, Camat Kayu Aro, Kerinci, Yulizarman mengatakan, pihaknya sudah turun ke lokasi Pos Pemantau Gunung Kerinci di Desa Lindung Jaya. Berdasarkan informasi petugas Pos Pemantau Gunung Kerinci, aktifitas gunung tersebut tidak terlalu berbahaya. Namun pihaknya tetap menyiapkan jalur evakuasi dan tempat evakuasi.

"Sebenarnya kondisi sudah aman karena aktifitas gunung ini mulai menurun. Tetapi kita tetap meminta warga desa di sekitar kaki Gunung Kerinci menghentikan kegiatan pertanian sebelum ada jaminan tidak ada bahaya letusan gunung tersebut. Aktifitas gunung yang menyemburkan debu hitam sejak Senin (20/4) malam masih terus terjadi hingga Selasa pagi. Gunung tersebut masih mengeluarkan lelehan larva,"katanya.

Sementara itu Kepala Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Provinsi Jambi, Remus L Tobing di Jambi Selasa (21/4) pagi membenarkan terjadinya semburan debu hitam dan lelehan larva Gunung Kerinci tersebut. Pihaknya sudah mengeluarkan himbauan kepada warga desa di sekitar gunung agar waspada. Sedangkan Pemkab Kerinci diminta menyiapkan sarana dan prasarana evakuasi warga mengantisipasi terjadinya letusan gunung tersebut. [141]
Mereguk Nikmat Hutan Lestari di Desa Lubuk Beringin

Mereguk Nikmat Hutan Lestari di Desa Lubuk Beringin

[JAMBI] Keresahan warga Desa Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo, Jambi terhadap ancaman kerusakan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur di sekitar desa mereka sirnalah sudah. Hutan lindung seluas 2.356 hektare (ha) tersebut kini aman dari ancaman pembalakan liar, perluasan areal hutan tanaman industri (HTI) dan kebun sawit. Perusahaan HTI, perusahaan sawit, cukong kayu dan makelar tanah tidak bisa lagi menyentuh hutan itu. Hutan lindung itu kini telah sah menjadi “milik” warga desa.

Menteri Kehutanan, H MS Kaban dan Gubernur Jambi, H Zulkifli Nurdin telah memberikan hak pengelolaan hutan itu kepada warga Desa Lubuk Beringin dengan menetapkan status hutan lindung itu menjadi hutan desa. Pengukuhan hutan desa itu dilaksanakan di di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi, Senin (30/3).

Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Rachmat Hidayat kepada SP mengatakan, warga Desa Lubuk Beringin telah lama mendambakan hak pengelolaan hutan lindung tersebut menjadi hutan desa. Warga desa merasa perlu mengelola hutan lindung itu agar mereka bisa memetik manfaatnya sekaligus menjaga kelestarian hutan tersebut.

Ada tiga manfaat yang bisa dinikmati warga Desa Lubuk Beringin dari hutan lindung itu. Hutan lindung yang terancam ekspansi usaha HTI dan perkebunan sawit itu menjadi sumber air minum dan irigasi pertanian mereka. Hutan lindung tersebut juga menjadi sumber pembangkit listrik bagi mereka. Kemudian warga desa juga dapat menikmati hasil hutan non kayu seperti rotan, buah-buahan, madu, hewan dan ikan.

Hukum Adat

Mengetahui banyaknya manfaat hutan bagi warga Desa Lubuk Beringin tersebut, KKI Warsi Jambi berusaha mengajukan pengalihan hutan lindung tersebut menjadi hutan desa. Penetapan status hutan lindung menjadi hutan desa memberikan kewenangan menerapkan hukum adat desa setempat bagi siapa saja yang merusak hutan tersebut. Dengan demikian hutan lindung tersebut tak bisa disentuh para pengusaha kayu, pengusaha sawit dan makelar tanah.

Tokoh masyarakat Desa Lubuk Beringin, Hadirin Datuk Rio pada kesempatan itu menyebutkan, masyarakat desa tersebut hingga kini masih melestarikan hukum adat bagi perusak hutan. Berdasarkan hukum adat desa itu, siapa pun yang tertangkap menebang kayu tanpa izin di hutan desa itu dijatuhi sanksi adat.

Sanksi tersebut antara lain membayar hutang seekor kerbau, 100 kilogram (kg) beras dan lauk-pauk lainnya. Perusak hutan dan lingkungan di desa tersebut juga biasanya dijatuhu sanksi berupa pengucilan dari pergaulan sosial.

“Pemberian hak pengelolaan hutan desa ini menguatkan kami melaksanakan hokum adat bagi perusakhutan dan lingkungan di desa ini. Kemudian kami juga akan lebih berani melarang siapa pun yang hendak merambah dan mencuri kayu dari hutan desa ini,”katanya.

Proteksi Hutan

Rakhmat Hidayat mengatakan, hutan desa tersebut ini penting bagi masyarakat Desa Lubuk Beringin tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Hutan desa itu juga penting agar masyarakat desa bisa memproteksi atau melindungi kawasan hutan lindung itu. Proteksi itu penting karena hutan terabit menjadi sumber utama air sungai Batang Buat di desa itu.

Kawasan hutan tersebut juga sangat penting bagi masyarakat setempat menjamin ketersediaan air Batang Buat untuk memutar kincir air pembangkit listrik di desa itu. Pembangkit listrik tenaga air yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat desa itu menghasilkan energi listrik 10 Kilowatt. Listrik tersebut mampu menerangi sebanyak 85 rumah warga Desa Lubuk Beringin ditambah lima rumah warga desa tetangga, Desa Laman Panjang.

Selain itu penetapan hutan desa itu juga memberikan kesempatan bagi warga masyarakat desa setempat memanfaatkan hutan hasil hutan non kayu. Misalnya wisata lingkungan, penelitian, pengairan sawah, pemijahan ikan serta kebutuhan air bersih.

“Jika hutan di wilayah hulu sungai Batang Buat tidak terjaga dengan baik, maka sungai tersebut tidak akan mampu memutar kincir pembangkit listrikdan sumber air bersih warga desa pun hilang. Ini yang menjadi perekat hubungan masyarakat dengan pelestarian lingkungan di desa ini,”katanya.

Menurut Rakhmat, penyerahan hak pengelolaan hutan desa di Desa Lubuk Beringin tersebut merupakan yang pertama di Indonesia . Pengelolaan hutan desa itu diharapkan bisa menjadi model bagi pembangunan hutan-hutan desa di berbagai daerah.

Pelestarian hutan melalui pengelolaan hutan desa tersebut tidak hanya perlu bagi warga desa, tetapi juga bagi dunia. Pelestarian hutan desa memberikan manfaat bagi dunia mengurangi pemanasan global.

“Jadi yang menikmati kelestarian hutan lindung di Bungo ini bukan hanya warga desa setempat, tetapi juga warga negara Indonesia dan dunia,”katanya.

Tanggapan Positif

Dijelaskan, usulan pengalihan status hutan lindung menjadi hutan desa itu diajukan pertama kali kepada Bupati Bungo, H Zulfikar Achmad lima tahun lalu. Usulan tersebut mendapat tanggapan positif.

Bupati Bungo melalui surat Nomor 522/B312/Hutbun/2008 mengajukan pengukuhan hutan lindung Desa Lubuk Beringin menjadi hutan desa kepada Menteri Kehutanan. Surat tersebut didasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.49/Menhut - II/2008 tentang Hutan Desa.

“Hutan adat desa tersebut perlu memiliki kekuatan hukum berupa surat keputusan Menteri Kehutanan agar tidak sampai dikonversi menjadi kebun sawit,”katanya

Melalui perjuangan tak kenal lelah, akhirnya Menteri Kehutanan menyetujui penetapan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur menjadi hutan desa. Pengukuhan hutan desa itu melalui surat keputusan (SK) Menhut Nomor 109/Menhut-II/2009 tentang penetapan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur menjadi Hutan Desa di Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.

Selain itu Gubernur Jambi juga mengeluarkan SK Nomor 124 Tahun 2009 tentang pengelolaan Hutan Desa Lubuk Beringin kepada kelompok Ndendang Hulu Sako Batang Buat (kelompok pengelola hutan desa). [SP/Radesman Saragih/Sumedi TP]
Gereja Harus Responsif Hadapi Kemerosotan Moral

Gereja Harus Responsif Hadapi Kemerosotan Moral

[JAMBI] Gereja-gereja di Indonesia harus semakin responsif menghadapi kemerosotan nilai-nilai moral akibat cepatnya perubahan sosial di tengah gempuran informasi global. Gereja-gereja harus meningkatkan pembinaan terhadap warga jemaatnya agar tidak semakin banyak yang terjerumus pada gaya hidup sekuler, amoral dan berbagai penyakit sosial.

Demikian dikatakan Pendeta Resort Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Pekanbaru, Riau, Pdt John Harapan Purba STh pada ceramah bertajuk Ketangguhan Keluarga Kristen Menghadapi Tantangan Zaman di GKPS Jambi, Sabtu (28/3). Ceramah yang diikuti sekitar 50 orang majelis jemaat tersebut digelar dalam rangka Synode (rapat) Resort GKPS se-Provinsi Jambi.

Menurut John Harapan Purba, banjir informasi global yang tidak terbendung semakin melunturkan penghargaan masyarakat terhadap nilai-nilai moral, termasuk di tengah generasi muda dan keluarga Kristen. Gejala tersebut nampak dari perilaku hidup umat Kristen Indonesia saat ini.

Dikatakan, keluarga Kristen di Indonesia saat ini semakin banyak yang melanggar nilai-nilai moral dan kesakralan ikatan keluarga. Hal ini nampak dari meningkatnya kasus perselingkuhan di tengah keluarga Kristen. Kemudian pergaulan bebas yang menyebabkan meningkatnya penderita HIV/AIDS juga telah merasuk ke tengah kehidupan keluarga Kristen.

“Kekaraban di tengah keluarga Kristen pun cenderung semakin merosot, sehingga kenakalan anak dan kekacauan keluarga (broken home) meningkat. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang di kalangan generasi muda Kristen semakin banyak terjadi. Kemudian penyakit sosial juga semakin merasuk ke kehidupan keluarga Kristen,”katanya.

Menurut John Harapan Purba, banyaknya keluarga Kristen yang terjerumus pada berbagai penyakit sosial tersebut akibat kurangnya kepedulian gereja mempersiapkan warganya menghadapi perubahan sosial. Kondisi demikian menyebabkan warga gereja tidak mampu memetik manfaat dari perubahan sosial tersebut untuk kesejahteraan hidup mereka. Justru keluarga Kristen banyak terhanyut pada dampak negatif perubahan sosial tersebut.

Keluarga Terpecah

John Harapan Purba mengatakan, kesulitan ekonomi juga menjadi persoalan pelik bagi keluarga Kristen di Tanah Air saat ini. Kemiskinan mengakibatkan banyak keluarga tidak mampu mempertahankan keutuhan. Keluarga terpaksa terpecah karena suami atau isteri menjadi tenaga kerja di perantauan atau di luar negeri.

Krisis global juga turut memperparah problema keluarga Kristen. Pengangguran meningkat akibat korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Persoalan ini juga menjadi tantangan yang sulit dihadapi keluarga Kristen.

John Harapan Purba mengatakan, guna meningkatkanketangguhan keluarga Kristen menghadapi berbagai dampak negatif perubahan sosial tersebut, GKPS mencanangkan tahun 2009 menjadi tahun teluarga. Seluruh kegiatan di GKPS selama tahun ini difokuskan untuk pembinaan keluarga. Baik pembinaan rohani, sosial, budaya dan ekonomi.

“Program ini kita tempuh karena keluarga merupakan tempat yang pertama dan paling utama bagi anak-anak dalam penanaman nilai-nilai, moralitas, spiritualitas dan peningkatan kesejahteraan. Seluruh keluarga GKPS kita harapkan melaksanakan program pembangunan keluarga ini,”katanya.

Dijelaskan, GKPS yang berpusat di Kota Pematangsiantar, Simalungun, Sumatera Utara memiliki jumlah warga saat ini sekitar 49.427 kepala keluarga (211.383 jiwa). Warga GKPS tersebut tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali .

Sebagian besar warga GKPS di Sumatera berada di daerah pedesaan dan bekerja sebagai petani. Sedangkan warga GKPS di perkotaan sebagian besar bekerja sebagai pegawai negeri, swasta dan buruh. [141]

Memikul Salib di Kebun Sawit




Warga GKPS se-Provinsi Jambi beribadah di tenda darurat ketika merayakan pesta Pekabaran Injil di GKPS Simpang TKA 44 Bungo, Jambi, baru-baru ini. Mereka terpaksa beribadah di tenda darurat, karena gereja mereka yang dibangun di lahan kebun sawit tidak diberi izin oleh pemerintah daerah setempat dan merekapun menggunakan rumah penduduk (foto kiri bawah) untuk beribadah dengan berpindah-pindah.

Usaha perkebunan kelapa sawit yang mulai berkembang di Provinsi Jambi sejak tahun 1990-an benar-benar bagaikan magnet bagi warga masyarakat Batak, Sumatera Utara (Sumut). Cerahnya prospek perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut, membuat orang Batak berduyun-duyun membuka kebun sawit di daerah tersebut.

Perjuangan berkebun sawit tersebut membawa ratusan warga masyarakat Batak di Jambi itu, kini menjadi lebih baik. Namun, ternyata kehidupan kerohanian mereka cukup memilukan.

Mereka tidak bisa mempunyai tempat ibadah yang layak karena sulitnya membangun rumah ibadah. Warga masyarakat Batak beragama Kristen di sentra-sentra kebun sawit di Jambi sulit membangun rumah ibadah karena terbentur masalah izin.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pembangunan Rumah Ibadah, pembangunan rumah ibadah diperbolehkan, jika telah mengantongi tanda tangan warga setempat minimal 60 jiwa dan telah memiliki warga jemaat minimal 90 jiwa. Namun, persyaratan tersebut, jelas tak bisa dipenuhi, karena jumlah warga Batak di daerah perkebunan sawit Jambi umumnya bermukim secara menyebar.

Ketua Majelis Jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Gloria Simpang TKA, St Lilik Suhaeri, jumlah anggota jemaat di GKPS Gloria Simpang TKA hingga saat ini baru 31 kepala keluarga (KK), terdiri dari 135 jiwa. Tempat tinggal mereka terpisah-pisah di lokasi perkebunan karet dan kelapa sawit, Dusun Baru, Petenan, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo. Karena itu, mengumpulkan tanda tangan warga sebanyak 90 jiwa di sekitar lokasi gereja sulit. Apalagi mengumpulkan tanda tangan warga setempat sekitar 60 KK.

Mereka sudah hampir 10 tahun berusaha mendirikan gereja. Namun, tetap gagal sampai sekarang. Bahkan, beberapa kali gereja darurat yang mereka bangun dirobohkan orang tidak bertanggung jawab di daerah itu.

"Kami sudah melakukan pendekatan secara adat kepada tokoh masyarakat dan aparat pemerintah serta anggota dewan agar bisa mendapat izin membangun gereja di kebun sawit kami sendiri. Tetapi, hasilnya nihil sampai sekarang," katanya.

Gereja yang mereka bangun beberapa kali dibongkar paksa orang-orang tidak bertanggung jawab di desa itu. Sampai sekarang, mereka tidak mendapatkan izin membangun gereja, kendati lokasinya sudah ada di kawasan perkebunan dan jauh dari permukiman masyarakat beragama lain.

Beribadah di Rumah

Menurut Lilik, sejak gereja GKPS Simpang TKA 44 dibongkar paksa oleh Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Jujuhan tahun 1997, mereka terpaksa beribadah secara berpindah-pindah setiap Minggu dari rumah ke rumah hingga saat ini. Keadaan yang sama juga dialami warga GKPS Desa Suka Makmur, Kecamatan Babeko, Kabupaten Bungo di Suka Makmur.

Selama satu tahun terakhir sekitar 29 KK (120 jiwa) warga jemaat GKPS Suka Makmur terpaksa beribadah secara berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Gereja yang mereka bangun secara darurat tidak diizinkan digunakan lagi. Larangan penggunaan gereja itu datang dari pemerintah desa setempat.

Ketua Majelis Jemaat GKPS Sukamakmur St A Sidabalok kepada SP di Jambi, baru-baru ini mengatakan, kesulitan membangun rumah ibadah tersebut menyulitkan mereka membina kerohanian anak-anak. Sebagian besar anak-anak mereka sudah menginjak bangku sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).

"Kami tidak tahu ke mana membawa anak-anak mendapatkan pembinaan kerohanian kalau gereja tidak ada. Beribadah di rumah-rumah, anak-anak harus ikut orang dewasa. Sementara mereka perlu sekolah minggu. Nilai agama anak-anak juga sulit mengurus, karena sekolah-sekolah negeri tidak memberi pelajaran agama Kristen," katanya.

Memikul Salib

Sidabalok mengatakan, kesulitan mendirikan rumah ibadah yang sudah berlangsung hingga puluhan tahun tersebut, tidak menyurutkan niat mereka untuk beribadah. Kendati harus beribadah secara berpindah-pindah dari rumah ke rumah setiap hari Minggu, sebagian besar warga jemaat selalu hadir.

Selain itu, mereka juga selalu mengikuti kegiatan gereja di tingkat GKPS Resor Jambi dan GKPS Distrik VI, Riau setiap tahun. Baik kegiatan yang dilaksanakan di GKPS Pekanbaru, Riau, GKPS Jambi, GKPS Batam dan GKPS Palembang, Sumatera Selatan.

"Mungkin kesulitan mendirikan rumah ibadah ini merupakan salib yang harus kami pikul di kawasan perkebunan kelapa sawit ini. Mudah-mudahan keadaan yang kami alami tidak selamanya begini," katanya.


Sementara itu, Pendeta GKPS Resor Jambi Rayon II Muarabungo, Pdt Edwin Sinaga STh pada Sinode Resort GKPS Jambi di Jambi, baru-baru ini menjelaskan, warga jemaat GKPS Suka Makmur tidak bisa lagi menggunakan gereja papan mereka, karena dilarang pemerintah desa dan kecamatan. Pelarangan penggunaan gereja tersebut tidak jelas. Masalahnya, selama ini gereja tersebut sudah digunakan dan tidak ada larangan. Izin masyarakat setempat sudah ada kendati jumlah warga yang memberikan tanda tangan tidak sebanyak yang diharuskan SKB dua menteri.

Disebutkan, alasan utama masyarakat dan pemerintah setempat melarang penggunaan gereja tersebut, hanya masalah izin dan perilaku masyarakat perantau asal Sumut di daerah itu. Izin bangunan gereja itu tidak ada, karena masyarakat sekitar tidak mau menandatangani kesediaan membangun gereja di sekitar desa mereka.

Secara terpisah Prases GKPS Distrik VI, Pdt Hot Imanson Sinaga STh mengingatkan warga GKPS di Jambi, khususnya di Simpang TKA 44 dan Suka Makmur senantiasa menjalin kerukunan dengan warga beragama lain di daerah itu. Kerukunan ini dinilai penting guna menciptakan kerja sama segenap elemen masyarakat desa dalam membangun desa mereka.

"Kehadiran warga GKPS di sini jangan menyusahkan aparat pemerintah dan mengancam umat lain. Tetapi sebaliknya, warga GKPS harus mampu menjadi mitra pemerintah, tokoh masyarakat, dan agama lainnya untuk membangun desa ini,"katanya.

Hot Imanson Sinaga mengakui, umat Kristen di beberapa daerah di Sumatera jarang mendapatkan izin tertulis dari masyarakat dan pemerintah untuk membangun gereja. "Saya sudah melihat itu di Riau, Sumatera Selatan, dan Jambi ini. Sekarang kita harus berani membangun gereja, tetapi tidak dengan cara pemaksaan dan unjuk kekuatan. Kita bangun gereja dengan kerendahan hati, yakni membangun gereja dengan bangunan seadanya," ujarnya.

Dikatakan, berdasarkan SKB dua menteri, umat Kristen di suatu tempat bisa mendirikan gereja kalau jumlah mereka mencapai 90 orang. Tetapi, hal itu tidak begitu saja bisa dilaksanakan di lapangan karena umat Kristen harus berhadapan dengan masyarakat setempat yang berbeda agama, suku, dan kelompok. [SP/Radesman Saragih]*** [Suara Pembaruan, Sabtu, 4/4/09, Faith and Life]
Mahalnya Suara Orang Batak di Jambi Jelang Pemilu

Mahalnya Suara Orang Batak di Jambi Jelang Pemilu

SP/Radesman Saragih

Calon anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan daerah pemilihan Jambi, Syofyan Pangaribuan tetap merakyat guna merebut simpati masyarakat Jambi. Foto diambil baru-baru ini.



Suara pemilih dari kalangan warga masyarakat Batak di Jambi ternyata menjadi rebutan para calon legislatif (caleg). Suara pemilih dari kalangan warga perantau tersebut dinilai sangat signifikan mengkatrol perolehan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Penilaian itu didasarkan pada dua kali pemilihan Gubernur Jambi dan Wali Kota Jambi.

Keberhasilan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Jambi, H Zulkifli Nurdin merebut jabatan Gubernur Jambi dua periode, yakni 1999 - 2004 dan 2005 – 2010 tak terlepas dari dukungan penuh warga masyarakat Batak di daerah itu.

Warga masyarakat Batak mendukung H Zulkifli Nurdin karena Dia telah dikukuhkan menjadi sesepuh adat orang Batak di Jambi dengan gelar Jaihutan Mangaraja (Raja Panutan). Warga masyarakat Batak juga turut andil mengantarkan kader PAN, Bambang Priyanto dan Sum Indra menduduki kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jambi periode 2008 – 2013.

“Nikmatnya” suara orang Batak yang dirasakan H Zulkifli Nurdin dan Bambang Priyanto tersebut ingin juga “dicicip” para caleg dari kalangan orang Batak di Jambi. Karena itu selama masa kampanye pemilu, mereka berlomba-lomba meraih simpati masyarakat Batak Jambi.

Kesempatan baik yang dimanfaatkan para caleg Batak Jambi meraih simpati warga dari etnis mereka, yakni menghadiri tradisi orang Batak rantau, Pesta Bona Taon (Pesta Awal Tahun). Pesta bona taon (PBT) tersebut berlangsung mulai pekan kedua Januari – Maret.

Pantauan SP di Kota Jambi, hampir 80 persen dari ratusan kegiatan PBT perkumpulan (punguan) marga dan parsahutaon (kerabat sekampung) di Jambi dihadiri caleg warga Batak. Baik caleg dari partai berbasis Kristen seperti Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI), maupun partai – partai nasionalis.

Untuk merebut simpati kalangan warga masyarakat Batak pada PBT, para caleg pun harus nyawer (memberikan uang) ketika acara manortor (menari). Selain itu para caleg ada juga yang memberikan sumbangan uang kepada panitia hingga Rp 2 juta, memberikan minuman bir dan sebagainya. Kemudian para caleg juga ada yang mendapat kesempatan memaparkan visi dan misi serta menyanyi.

Persaingan Ketat

Caleg orang Batak di Jambi yang bersaing meraih dukungan suara orang Batak di daerah itu sebanyak 75 orang. Kursi dewan yang mereka incar sebanyak 40 kursi di DPRD Kota Jambi, 45 kursi di DPRD Provinsi Jambi dan tujuh kursi di DPR Pusat.

Seorang caleg yang cukup intensif menghadiri acara PBT orang Batak di Jambi, yaitu Tigor GH Sinaga. Putra Batak kelahiran Jambi ini caleg DPR Pusat dari PAN Jambi nomor urut enam.

Tigor intensif mendekatkan diri meraih simpati warga masyarakat Batak di Jambi melalui PBT karena menilai suara pemilih orang Batak di daerah itu cukup signifikan. Kemudian Dia juga kurang dekat dengan orang Batak di Jambi karena tinggal di Bandung , Jawa Barat.

Tigor Sinaga pada PBT keluarga marga Sitompul Kota Jambi di gedung pertemuan Gracia Kotabaru Jambi, Sabtu (14/3), berupaya meraih simpati dengan ikut menari sembari memberikan saweran. Tigor tidak hanya menari dan memberikan saweran, tetapi juga merangkul satu demi satu penasihat marga Sitompul.

Dalam percakapan dengan SP, Tigor yang kini menjadi pengurus Lembaga Real Estat Indonesia (REI) Pusat mengatakan, Dia bisa melakukan pendekatan intensif kepada orang Batak di Jambi hanya melalui PBT. Masalahnya selama ini mantan atlet nasional judo Provinsi Jambi tahun 1977 tersebut selama ini berada di Bandung , Jawa Barat.

Menurut Tigor, Dia berupaya meraih simpati orang Batak di Jambi karena jumlah pemilih dari warga masyarakat Batak cukup signifikan. Sesuai hasil survei PAN, jumlah pemilih dari warga masyarakat Batak di Provinsi Jambi mencapai 14 persen dari sekitar dua juta pemilih di daerah itu.

“Memang suara orang Batak di Jambi bukan menjadi andalan untuk meraih kursi DPR Pusat pada pemilu kali ini. Tetapi suara orang Batak cukup signifikan, bisa menambah suara yang kita peroleh dari keluarga perusahaan dan penghuni komplek-komplek perumahan,”katanya.

Kurang Efektif

Secara terpisah, caleg DPR Pusat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jambi, Syofyan Pangaribuan mengatakan, kampanye caleg Batak di PBT orang Batak kurang efektif. Apalagi kampanye tersebut dilakukan caleg yang selama ini kurang dikenal di kalangan masyarakat Batak Jambi.

“Karena itu saya tidak mau menghadiri PBT perkumpulan – perkumpulan marga Batak kalau marga tersebut tidak ada keterkaitan dengan marga keluarga saya. Kalau memberikan bantuan biaya musik dan bantuan sosial saya tetap berikan,”katanya.

Sofyan yang sudah dua periode menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi mengatakan, terobosan yang dilakukannya mendekati pemilih dari kalangan masyarakat Batak di Jambi, yakni mengirimkan karangan bunga duka cita kepada keluarga yang kemalangan.

“Kalau ada anggota keluarga orang Batak meninggal dunia dan saya dikasih tau, saya akan kirim karangan bunga sebagai ungkapan turut berduka cita. Hal ini sudah saya lakukan hampir dua tahun belakangan,”katanya.

Selain itu, selama menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi, Syofyan juga memperjuangkan kepentingan orang Batak dan Kristen di Jambi. Di antaranya mengusahakan dana pembangunan jalan ke komplek pemakaman umat Kristen di Pondok Meja, Kabupaten Muarojambi dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Jambi.. Untuk 2009 ini diusahakan lagi dana APBD untuk dilaksanakan pembangunan lapangan parkir komplek pemakaman tersebut.

“Selain itu saya juga memperjuangkan anggaran dana Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Provinsi Jambi masuk APBD. Kita sudah tiga tahun berturut-turut dapat anggaran tersebut. Selama ini jarang ada alokasi dana Pesparawi Provinsi Jambi dalam APBD,”katanya.

Syofyan mengatakan, Dia terpacu maju menjadi caleg DPR Pusat karena prihatin terhadap kehidupan perantau di Jambi. Para perantau asal tanah Batak di Jambi cenderung sulit membangun rumah ibadah dan mendapatkan pekerjaan di lembaga pemerintahan. Persoalan ini jarang diperhatikan anggota DPR Pusat dari Jambi selama ini.

“Persoalan ini memotivasi saya menjadi caleg DPR Pusat. Peluang saya terbuka karena PDIP partai nasionalis dan pendukungnya banyak tersebar di daerah-daerah transmigran atau desa-desa. Suara pemilih dari orang Batak dan Kristen penting bagi saya menambah dukungan yang saya peroleh dari pendukung PDIP di luar orang Batak,”katanya. [SP/Radesman Saragih***[Suara Pembaruan, Rabu, 25 Maret 2009, Nusantara]

Harimau Sumatra di Jambi pun Makin Gelisah


Dia memejamkan kedua mata sejenak sembari memetik dawai gitar yang disandangnya. Mencari nada, mencari kata. Sejurus kemudian, sebait balada untuk Salma pun mengalun dari suara lembutnya. "Salma dan satwa yang lain, gelisah dan bingung. Salma muncul karena gelisah, habis hutan ditebang."
Ekspresi itu ditunjukkan Franky Sahilatua (55) di depan kandang harimau sumatra (Pantheratigris sumatrae) di Kebun Binatang Kota Jambi, baru-baru ini. Sang legendaris musik balada Indonesia tersebut mempersembahkan gubahan lagu spontan tersebut untuk seekor harimau sumatra betina bernama Salma.
Harimau tersebut sudah hampir sebulan dikerangkeng di Kebun Binatang Kota Jambi setelah ditangkap dari kebun sawit wilayah Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Jambi, Rabu (11/2). Penangkapan Salma dilakukan menyusul tewasnya enam warga setempat diterkam harimau.
Franky menyempatkan diri melihat Salma bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X seusai seminar politik, karena merasa prihatin terhadap nasib harimau sumatra di Jambi. Dia juga turut merasakan kegelisahan harimau sumatra yang habitatnya semakin rusak akibat ulah manusia.
"Saya menyanyi di depan kandang Salma ini sebagai ungkapan kepedulian saya terhadap nasib harimau sumatra. Hutan terus dirusak manusia, sehingga mereka kehilangan habitatnya, rumahnya. Ketika mereka ke luar dari hutan dan terpaksa memangsa manusia, mereka ditangkap dan akhirnya tersiksa di dalam kerangkeng," katanya.
Kerusakan Hutan
Kemunculan harimau sumatra di kebun-kebun dan daerah pertanian di Jambi dan akhirnya memangsa manusia saat ini, sangat alamiah. Kerusakan hutan yang menjadi rumah mereka memaksa mereka eksodus ke kawasan-kawasan perkebunan dan pertanian mencari makan.
"Harimau kan hidup di hutan. Lantas habitatnya dirusak. Rumahnya hilang. Wajar bila harimau muncul di kebun-kebun rakyat dan memangsa manusia. Tapi, masalahnya mengapa harimau tersebut ditangkap. Seharusnya para pembalak hutan yang ditangkap agar habitat harimau tidak rusak," katanya.
Dikatakan, kemunculan harimau sumatra di kebun rakyat wilayah Muarojambi dan memangsa 10 orang warga hingga tewas merupakan kesalahan pemerintah. Pemerintah pusat dan daerah membiarkan kerusakan hutan. Ini tampak dari tidak tertanggulanginya pembalakan liar dan terus diberikannya izin penebangan kayu untuk usaha industri kayu.
"Kerusakan hutan yang menjadi habitat harimau sumatra di Jambi ini saya lihat sebagai salah satu bentuk kelemahan Pemerintah Provinsi Jambi dalam penyelamatan lingkungan. Mengapa tak ada tindakan terhadap pembalak liar. Mengapa izin penebangan kayu tidak pernah ditinjau. Ini ada politik pengabaian keselamatan lingkungan," katanya.



Pesan
Franky menyampaikan pesan kepada Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin agar lebih serius menyelamatkan hutan demi penyelamatan harimau sumatra, sekaligus penyelamatan petani dari keganasan binatang buas tersebut.
"Sampaikan sama Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin. Harimau itu tidak pernah mengganggu manusia. Manusia yang terus mengganggu harimau. Jadi, yang ditangkap jangan harimaunya, tetapi manusia yang menghancurkan hutan habitat harimau," katanya.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X yang turut menyempatkan diri melihat harimau sumatra tersebut mengatakan, tewasnya 10 warga diterkam harimau di Muarojambi merupakan pelajaran sangat berharga akibat kerusakan hutan. Kejadian tersebut diharapkan melahirkan kearifan bagi para pejabat pemerintah dan pengusaha di Jambi agar meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian hutan.
Untuk melestarikan hutan, penebangan hutan harus benar-benar dikurangi. Pembalakan liar dihentikan dan pelaku pembalakan liar harus ditangkap. Kemudian izin penebangan hutan yang mengancam hutan lindung dan taman nasional pun harus ditinjau ulang.
"Penangkapan harimau sumatra yang menyerang manusia ini bukan solusi. Justru yang perlu ditangkap para penebang kayu. Kalau penebangan hutan dihentikan, hutan lestari, harimau tetap tinggal di habitatnya, harimau tidak akan menyerang manusia," paparnya. [SP/Radesman Saragih]*** [Suara Pembaruan, 16 Maret 2009, Nusantara]