Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Pdt Dr Andreas A Yewangoe MTh (tengah) memukul gong pertanda pembukaan Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI Wilayah Jambi di Novita Hotel, Senin, 28 Maret 2011. [SP/141]
[JAMBI] Gereja-gereja di Indonesia
tidak ragu-ragu mengatakan bahwa kebaikan Tuhan bukan terbatas hanya di
kalangan umat Kristen sendiri, melainkan meluas kepada sesama manusia,
bahkan semesta alam. Melalui pemahaman seperti itu, Gereja-gereja di Indonesia
perlu terus memelihara komunikasi, bahkan kerjasama dengan umat beragama lain.
Hal ini bukan saja karena alasan praktis semata, tetapi karena Allah juga baik
kepada umat beragama lain. Maka tugas gereja dan orang Kristen adalah
merefleksikan kebaikan Allah kepada semua orang.
Demikian dikatakan Ketua Umum
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt Dr Andreas A Yewangoe MTh
pada pembukaan Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI Wilayah Provinsi Jambi yang
berlangsung di Hotel Novita Jambi, Senin – Selasa (28 - 29/3).
Ketua
Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Pdt Dr Andreas A
Yewangoe MTh (kiri) bersama Gubernur Jambi, H Hasan Basri Agus (kanan)
pada jamuan sarapan pagi Gubernur Jambi terhadap Pengurus PGI dan PGIW
Jambi di rumah dinas Gubernur Jambi, Rabu, 30 Maret 2011. [SP/141]
Di hadapan sekitar 200 orang pendeta dan pelayan dari berbagai denominasi gereja se-Provinsi Jambi, Andreas Yewangoe meminta pimpinan gereja di Provinsi Jambi mensosialisasikan pokok-pokok pikiran Sidang Majelis Pekerja Lengkap PGI di Tobelo, Halmahera Utara, Februari lalu. Pokok pikiran tersebut, yaitu memelihara komunikasi komunikasi, bahkan kerja sama dengan umat beragama lain.
Menyikapi penekanan terhadap
beberapa kelompok umat Kristen di Tanah Air, Ketua PGI Pusat mengatakan, kehadiran
Kristen di Indonesia bukan sebagai warga negara kelas dua. Umat Kristen di
Indonesia bukan penumpang gelap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Tetapi di tengah umat Kristen sendiri sering muncul konsepsi pemikiran
bahwa mereka warga negara kelas dua. Konsepsi pemikiran itu didesakkan secara
sadar atau tidak sadar di tengah kehidupan masyarakat.
“Kita harus selalu siuman atau
sadar terhadap penilaian itu agar bisa merefleksikan kebaikan Allah kepada
semua orang melalui aksi nyata. Dengan demikian kita bisa membuktikan bahwa
kehadiran Kristen adalah berkat, bukan ancaman bagi sekitarnya,”ujarnya.
Peserta Sidang MPL PGIW Jambi di
Hotel Novita Jambi, Senin – Selasa (28 – 29/3/2011).
(Foto : St R Saragih)
Kekerasan
Menyikapi tindak kekerasan dan
terorisme yang masih marak di berbagai daerah, khususnya di Jakarta dan Jawa,
Ketua PGI Pusat menegaskan, bahwa kekerasan dan terorisme bernuansa agama yang
masih sering terjadi di Indonesia merupakan salah satu simbol kegagalan bangsa
Indonesia memelihara kemajemukan. Kekerasan dan terorisme tersebut juga
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
belum mampu belajar dari pengalaman bahwa kekerasan yang dilakukan sekelompok
masyarakat akan memicu kekerasan baru di dalam lingkaran kekerasan yang tidak
habis-habisnya.
Menurut Andreas A Yewangoe,
lingkaran kekerasan bernuansa agama terbaru di Indonesia bisa dilihat dari
kekerasan bernuansa agama di Pandeglang, Jawa Barat dan Temanggung, Jawa Tengah
belum lama ini. Tindak kekerasan bernuansa agama itu pun berlanjut pada teror
bom di mana-mana.
“Kendati bukan berupa tindak
kekerasan yang terlalu baru, namun teror bom tersebut menimbulkan pertanyaan
bagi kita, mengapa manusia gampang sekali melakukan kekerasan atas nama agama.
Kita meminta Presiden memberikan perhatian serius terhadap kekerasan bernuansa
agama tersebut agar tidak terus berlanjut dan semakin meresahkan
masyarakat,”katanya.
Terlalu Gampang
Andreas mengatakan, kekerasan
bernuansa agama sulit dibendung di tengah masyarakat Indonesia karena berbagai kelompok
umat beragama terlalu gampang mengklaim bahwa Allah sebagai miliknya sendiri.
Karena itu mereka juga dengan mudah menganggap orang lain sebagai orang yang
berada di luar Allah.
Bentuk ekstrim dari sikap seperti
ini ialah teror dan terorisme. Dalam teror dan terorisme ini, mereka
seakan-akan “membantu” Allah untuk menyegerakan hukuman-Nya, yang mestinya baru
terjadi di akhir zaman.
“Kalau kecenderungan seperti ini
terus berlangsung, bukan tidak mungkin umat manusia akan terperangkap dalam
konflik-konflik tanpa ujung yang tentu saja tidak akan berguna bagi penciptaan
kesejahteraan bersama,”paparnya.
Dikatakan, kekerasan bernuansa
agama banyak dilatar-belakangi kesalahan menafsirkan tentang kehadiran Tuhan
dalam kehidupan oleh kelompok beragama. Tindak kekerasan bernuansa agama dengan
membawa nama Tuhan justru sering mereka gunakan sebagai salah satu simbol
penolakan terhadap Tuhan dan agama.
“Padahal sebenarnya, Tuhan baik
terhadap semua orang. Tuhan Allah bukan Allah yang rasial. Ia tidak dibatasi
hanya dalam satu suku saja, bahkan tidak dalam satu agama saja,”katanya.
Kawal Kemajemukan
Sementara itu Ketua MPH PGI
Wilayah Provinsi Jambi, Pdt David Farel Sibuea MTh pada kesempatan itu
mengatakan, Gereja-gereja harus berpihak dan mengawal penghormatan
danpenghargaan terhadap kemajemukan. Gereja harus ikut ambil bagian merawat
kemajemukan itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan
bergereja.
“Untuk itu kita harus menjali
hubungan dengan sesama kita yang berlainan suku, agama dan berbeda latar
belakang gereja atau dengan siapa saja warga Indonesia,”katanya.
Dikatakan, umat Kristen tidak
perlu takut takut membina hubungan dengan suku dan agama yang berbeda. Umat
Kristen terpanggil menjadi mitra bagi sesama serta menerima sesama sebangsanya
meskipun berbeda agama, suku dan etnis. Sikap seperti ini merupakan salah satu
wujud penghargaan umat Kristen terhadap kemajemukan masyarakat. (Warna/Rds)(Sumber : St R Saragih,
Jambi, Selasa, 29 Maret 2011)
0 Response to "Kebaikan Tuhan Bukan Hanya untuk Umat Kristen "
Posting Komentar