Jembatan Batanghari II , Riwayatmu Kini

Jembatan Batanghari II , Riwayatmu Kini

Jambi - Masyarakat Provinsi Jambi sudah lama mengidam-idamkan realisasi pembangunan jembatan Batanghari II yang terletak di wilayah Sijenjang, kecamatan Jambi Timur. Jembatan itu merupakan jawaban untuk membuka akses keterisolasian wilayah timur provinsi Jambi.

Selama ini wilayah timur Jambi belum mampu mendongkrak perekonomian rakyat karena sarana infrastruktur jalan dan jembatan masih minim. Dibangunnya jembatan Batanghari II diharapkan mewujudkan impian masyarakat Provinsi Jambi.

Namun pada kenyataannya, pembangunan jembatan pelaksanan pembangunan jembatan dengan total panjang 1.351,4 meter, lebar 9 meter itu, hingga pertengahan Agustus 2008 ini masih terbengkalai. Bahkan Presiden SBY gagal meresmikan jembatan itu saat Harganas di Jambi 29 Juni 2008 lalu. Tidak sedikit statemen Gubernur Jambi menjanjikan kalau pembangunan jembatan itu selasai awal tahun 2007 lalu.

Padahal jembatan itu dibangun sejak Tahun Anggaran (TA) 2003 dengan surat penawaran pembangunan tahap kedua No.01/HK-PP-AGRA.JO/VI/2003, tertanggal 18 Juni 2003 dengan harga penawaran sebesar Rp.94.059.887.000 dengan jangka waktu pengerjaan selama 760 hari.

Pembangunan jembatan Batanghari II Jambi yang dibanggakan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin itu hingga kini telah menghabiskan uang Negara Rp 161.392.128.000. Bahkan penyelesaian pembangunan jembatan oleh PT. Hutama Karya (HK) dan PT. Pembangunan Perusahaan (PP) sudah mundur tiga tahun. Pemerintah Pusat juga sudah menyetop anggaran untuk kelanjutan pembangunan jembatan Batanghari II itu karena takkunjung selesai.

Direktur Eksekutif Pusat Advokasi dan Kajian Strategis untuk Indonesia (PAKSI) Joni IM SE kepada HOKI Selasa (19/8) mengatakan, latar belakang pembangunan jembatan Batanghari II adalah baik.

Fungsinya adalah rencana pengambangan wilayah Utara Kota Jambi, optimalisasi operasional kawasan Muarasabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), pengembangan kawasan industri Kota Jambi dan Tanjabtim. Namun pada pelaksanaannya pembangunan jembatan itu diduga menjadi “lumbung” korupsi oknum pejabat dan oknum lainnya.

Dirinya meminta agar Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dan kontraktor proyek Jembatan Batanghari II diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Sejumlah LSM yang kontra dengan korupsi sudah mendesak Kejati Jambi bahkan sudah melaporkan dugaan korupsi jembatan Batanghari II ini kepada KPK. Namun hingga sekarang pembangunan Jembatan Batanghari II tersebut masih terbengkalai,”katanya.

Sementara itu, Juru bicara Komunitas Mahasiswa dan Pemuda Jambi (KMPJ) Zulbadri, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jambi untuk mengaudit secara transparan pembangunan megaproyek tersebut. KMPJ juga mendesak pemerintah untuk mem blacklist perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.

Menurut Zulbadri, pihaknya sudah melaporkan hal ini kepada kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menugaskan aparat penegak hukum terutama KPK dan BPK RI menyelidiki seluruh proyek berskala besar dilingkungan Dinas Kimpraswil (Pemukiman dan Prasarana Wilayah) Provinsi Jambi.

“Pembangunan Jembatan Batang Hari II ditargetkan selesai selama 760 hari kalender, ditambah masa pemeliharaan selama 120 hari. Namun, jadwal penyelesaiannya tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan. Pengerjaan pembangunan proyek itu dimulai pada bulan Agustus 2003 lalu dan direncanakan selesai di bulan Juli 2005 dengan nilai kontrak mencapai Rp. 94.059.887.000. Tapi hingga April 2008 proyek tersebut masih terbengkalai,” katanya.

KMPJ juga mendesak Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin untuk segera menonaktifkan Kepala Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi Nino Guritno. Karena pihaknya menilai yang paling bertanggung jawab atas proyek itu adalah Nino Guritno.

“KMPJ juga meminta BPK RI untuk memblacklist perusahaan PT. Hutama Karya (HK) dan PT. Pembangunan Perusahaan (PP) sebagai kontraktor dan membayar denda atas keterlambatan proyek pembangunan Jembatan Batang Hari 2,” katanya.

Kasubdin Praswil dan Tata Ruang Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi, Ir Bernhard Panjaitan MM saat hendak dikonfirmasi Batak Pos, Selasa (19/8) tidak berada di kantor. Menurut seorang staf Kimpraswil Provinsi Jambi, Bernhard Panjaitan sering tidak masuk kantor karena dicari-cari banyak wartawan dan calo proyek.

Bahkan ketika HOKI mencoba menghubungi lima nomor telepon genggam (HP), satupun tidak ada yang aktif. Menurut informasi Berndhard sering berada di Jakarta, namun tidak jelas apa tujuannya.

Menurut data yang diperoleh Batak Pos dari Kimpraswil Provinsi Jambi menunjukkan, progres pembangunan jembatan Batanghari II kini sudah 89,22 persen dengan dana yang sudah terserap Rp 144.003.227.000. Sedangkan kekurangan dana guna penyelesaian jembatan tersebut sebesar Rp 17.389.901.000. Dana keseluruhan untuk jembatan Batanghari II sebesar Rp 161.392.128.000.

Pekerjaan saat ini dalam penyelesaian jembatan itu diantaranya erection rangka baja pelengkung (Arch) 150 meter (dalam proses kontruksi), pekerjaan lantai segmen rangka baja truss 2 X 60 meter (dalam proses kontruksi) dan pekerjaan jalan pendek/oprit dan pengaspalan.

Kronologis Pendanaan

Kronologis pendanaan pembangunan jembatan Batanghari II adalah TA 2003 APBN murni Rp 15 miliar, APBD Provinsi Jambi Rp 6,5 miliar, APBD Kota Jambi Rp 3.448.862.508,67, APBD Tanjabtim Rp 3.448.862.508,67 atau total keseluruhan Rp 28.397.725.017,34. Sementara rencana sebelumnya TA 2003 sebesar Rp 32 miliar. Kabupaten Muarojambi nihil dalam pendanaan TA 2003.

Selanjutnya rencana pendanaan TA 2004 sebesar Rp 37 miliar. Namun realisasinya yakni APBN Murni Rp 15 miliar, APBD Provinsi Jambi Rp 11,5 miliar, APBD Kota Jambi Rp 3,5 miliar atao total Rp 30 miliar. Pendanaan dari Muarojambi dan Tanjabtim nihil TA 2004.
Sedangkan pendanaan TA 2005 rencana Rp 55.821.182.000. Namun realisasinya APBN Murni Rp 33.821.182.000, APBD Provinsi Jambi Rp 10 miliar atao total Rp 43.821.182.000. Sementara Kota Jambi, Muarojambi dan Tanjabtim nihil dalam pendanaan.

Rencana pendanaan jembatan Batanghari II TA 2006 sebesar Rp 22,5 miliar. Namun realisasinya terdiri dari APBD Provinsi Jambi Rp 3.545.230.000, APBD Muarojambi Rp 6,5 miliar, APBD Tanjabtim Rp 3,5 miliar. Sementara APBN Murni dan APBD Kota Jambi TA 2006 nihil.

Pendanaan TA 2007 terhadap jembatan itu, hanya bersumber dari APBD Provinsi Jambi Rp 28.239.090.000. Total kebutuhan dana untuk penyelesaian jebatan Batanghari II sebesar Rp 161,392 miliar. Kekurangan untuk penyelesaian jembatan itu April 2008 sebesar Rp 17,389 miliar. Pihaknya meminta Pemerintah Provinsi Jambi agar mengalokasikan dana tersebut pada APBD Perubahan TA 2008.

Keberadan jembatan Batanghari II juga direncanakan menjadi jalan negara jalur Lintas Timur Sumatera. Jembatan batanghari II akan mengurangi beban transportasi di Jembatan Aurduri yang sudah tua. Akses Jembatan Batanghari II nantinya menjadi jalkur utama Lintas Timur Sumatera Provinsi Jambi.

Sebelumnya Gubernur Zulkifli Nurdin mengatakan, Pemerintah Provinsi Jambi bertekad akan menyelesaikan pengerjaan Jambatan Batanghari II pada 2008 ini. Tekad itu disampaikan Gubernur Jambi dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Jambi pada Jumat (11/09) dalam Penyampaian Nota Pengantar Ranperda tentang Perubahan APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2008.Menurutnya, untuk menyelesaikan pembangunan Jembatan tak akan menyerap dana sebesar Rp17,4 miliar. Penyelesaiannya tidak memerlukan penambahan dana. Yang dibutuhkan adalah pekerjaan lanjutan, dan dana sebesar Rp.17,4 miliar yang masuk dalam APBD perubahan untuk Bidang Kimpraswil 2008 merupakan anggaran yang tidak terserap pada anggaran 2007.Karena itu, menurut Gubernur, untuk mempercepat penyelesaian pengerjaan Jembatan Batanghari II, dibutuhkan dukungan anggaran sebesar Rp 17,4 miliar. Karena itu, kata dia, Pemprov kembali menganggarkan dana pada APBDP 2008.

Di hadapakan para anggoga Dewan, Gubernur juga menjelaskan proses pembangunan Jembatan Batanghari II. Menurut dia, Jembatan Batanghari II mulai dibangun pada 2003, menggunakan dana APBN sebesar Rp 15 miliar ditambah dana APBD Provinsi Jambi serta dari Kabupaten Tanjab Timur, Muarojambi, dan Kota Jambi. Kemudian pekerjaan teknis yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan pelelangan tender ditangani oleh Departemen Pekerjaan Umum. Mengingat diperlukannya anggaran yang sangat besar, dilakukan sharing dana yang bersumber dari APBD Provinsi, Tanjab Timur, dan Kota Jambi. Dari jumlah dana Rp 161,39 miliar itu, dana dari pemerintah pusat sebesar Rp 63,82 miliar. Sisanya dari APBD Provinsi, Tanjab Timur, dan Kota Jambi sebesar Rp 97,57 miliar.

Pembangunan Jembatan Batanghari II dimulai pekerjaannya pada 2003 hingga sekarang. Lamanya pengerjaan itu tidak lain karena keterbatasan dana yang dapat disediakan pada setiap tahun anggaran. Sampai dengan 2007, pengerjaannya telah mencapai 89,22 persen. Menurut Gubernur, keterlambatan pengerjaan itu akibat terjadinya post maejure, yakni proses pengangkutan material dengan menggunakan kapal mengalami musibah tenggelam. Namun musibah itu bukan menjadi tanggung jawab Pemprov Jambi, melainkan tanggung jawab pihak ketiga, karena pengangkutan telah diasuransikan.

Sedangkan mengenai pengerjaan Jembatan, kata Gubernur, saat ini pada tahap perbaikan konstruksi utama (kerangka pelengkung) yang masih menjadi kajian Departemen Pekerjaan Umum. Sedangkan dana untuk perbaikan konstruksi itu menjadi tanggung jawab pihak ketiga. Diharapkan rekomendasi perbaikan dari Departemen Pekerjaan Umum dapat segera diselesaikan, sehingga pengerjaannya dapat dilanjutkan.

Gubernur juga menyampaikan, hingga anggaran 2007, pembangunan Jembatan Batanghari II telah menyerap dana sebesar Rp 144 miliar. Sedangkan kebutuhan dana melalui APBD 2007 yang tidak terserap sebesar Rp 17,4 miliar. Tidak terserapnya dana itu karena waktu yang tidak mencukupi, sehingga anggaran tersebut harus dimasukkan ke dalam APBDP 2008. “Hal itu telah direkomendasikan oleh BPK RI Perwakilan Jambi, sebagaimana juga telah disampaikan oleh Ketua BPK RI Perwakilan Jambi kepada pimpinan Dewan,” jelas Gubernur.
Mencari Rumah Baru untuk Gajah Sumatra

Mencari Rumah Baru untuk Gajah Sumatra

SP/Radesman Saragih

Seekor gajah sumatra ("Elephas maximus sumatraensis") yang ditemukan petani di kebun sawit kini dijadikan koleksi wisata di Kebun Binatang Kota Jambi, Provinsi Jambi. Foto diambil baru-baru ini.

ubernur Jambi Zulkili Nurdin agak berat menjawab pertanyaan wartawan tentang serangan gajah sumatera (Elephas maximus sumatraensis) di perkebunan kelapa sawit petani Tebo, Provinsi Jambi. Ia tertegun sejenak, baru berkomentar.

"Susah ini. Habis harimau mengamuk memangsa manusia di Muarojambi, kini gajah lagi yang ngamuk merusak sawit petani. Semua ini terjadi, inti persoalannya hanya satu. hutan kita sudah rusak. Tak ada lagi rumah bagi satwa langka yang dilindungi ini," kata Zulkifli di Jambi, baru-baru ini.

Dia seolah memeras otak menanggapi pertanyaan wartawan yang bertubi-tubi terkait teror gajah di kebun sawit petani Desa Sekutur Jaya dan Bukit Pemuatan, Kecamatan Serai Serumpun, Kabupaten Tebo. Serangan tersebut sudah hampir tiga pekan tidak bisa dikendalikan. Kebun sawit petani yang rusak sudah mencapai ratusan hektare (ha).

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Provinsi Jambi telah berupaya mengusir 80 ekor gajah yang berkeliaran di kebun sawit itu. Namun, hasilnya nihil. Gajah yang ke luar dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) itu tetap bercokol di kebun sawit.

Warga transmigrasi di Tebo kian resah. Kebun sawit mereka yang rusak dilalap gajah makin luas. Kerugian materi petani pun makin besar. Tak ada lagi harapan bagi petani untuk bertahan di desa itu, jika serangan gajah tak bisa dikendalikan. Justru permukiman mereka juga terancam menjadi sasaran serangan gajah.


Nyaris Lenyap

Pokok persoalan gangguan gajah itu hanya satu, yakni kerusakan hutan yang sudah di luar batas toleransi. Sampai-sampai tempat hidup satwa pun nyaris lenyap. Kondisi itu kian parah sejak otonomi daerah. Keruakan hutan di kawasan TNBT wilayah Tebo dan Riau tidak terkendali. Hal itu dipicu sikap pemerintah daerah yang terlalu royal mengeluarkan izin pemanfaatan kayu (IPK).

Yang lebih memprihatinkan, para pemegang IPK tidak menebang hutan di areal mereka, tetapi mencuri kayu hingga di luar areal sampai ke kawasan hutan lindung. Kondisi ini diperparah lagi dengan konversi hutan menjadi kebun kelapa sawit dan hutan tanam-an industri (HTI).

"Laporan yang saya terima selama ini, para pemegang IPK dari bupati rata-rata mencuri kayu. Mereka tidak menebang hutan di areal yang mereka punya. Mereka menebang kayu di luar areal mereka. Jadi, IPK tersebut dijadikan sekadar tameng," katanya.

Sebenarnya, sejak tahun 2000, dia sudah beberapa kali mengimbau agar para bupati tidak lagi mengeluarkan IPK, tetapi mereka mengabaikan. Keadaan seperti ini tidak akan teratasi kalau para bupati masih tetap mengeluarkan IPK.

Direktur Program Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi Jambi, Robert Aritonang mengatakan, kelestarian satwa langka, termasuk gajah sumatra di kawasan TNBT kini kian terancam. Seringnya gajah TNBT masuk ke kebun sawit petani membuat populasi gajah sering mati dibunuh petani.

Seekor gajah betina berusia enam tahun itu ditemukan di areal perkebunan kelapa sawit milik PT Inti Startindo Agromakmur (ISA) Desa Semanbu, Kabupaten Tebo, tahun lalu. Gajah tersebut keluar dari TNBT, karena kesulitan mendapat makanan di hutan yang kian rusak.

Menurut Robert, TNBT yang memiliki luas 144.233 ha di Riau dan 33.000 ha di Jambi saat ini makin rusak. Kerusakan hutan di Kabupaten Tebo mencapai 146.356 ha, termasuk di dalamnya kerusakan wilayah penyangga TNBT. Sedangkan, kerusakan hutan di Provinsi Jambi mencapai 971.049 ha.


Jangan Dikorbankan

Gubernur Jambi mengatakan, para petani di Tebo jangan sampai dikorbankan demi penyelamatan gajah. Sebaliknya, gajah juga jangan sampai punah demi menyelamatkan kehidupan petani. Gajah dan petani transmigrasi di Tebo harus sama-sama diselamatkan.

Rumah baru harus diperjuangkan bagi petani transmi- gran asal Jawa di Jambi. Namun, gajah sumatra juga perlu mendapatkan kembali rumah mereka yang hilang karena kehancuran hutan.

Untuk itu, gajah sumatra yang berkeliaran di kebun sawit petani Tebo akan digiring kembali ke TNBT. Sumber makanannya lebih banyak di sana. Supaya gajah tidak bisa lagi menyeberang, di perbatasan hutan dengan kebun petani dibangun kanal atau parit.

Pembatas ini dibuat untuk menyelamatkan masyarakat. Biayanya diupayakan dari bantuan Departemen Kehutanan. Penggiringan gajah kembali ke hutan TNBT ini penting untuk menyelamatkan masyarakat di sekitarnya, sekaligus menyelamatkan gajah.

"Kasihan warga yang membuka kebun sawit di sekitar TNBT. Mereka sudah lama berusaha, mengeluarkan modal besar membangun kebun sawit. Ternyata sebelum sawit mereka berbuah, sudah dirusak gajah," paparnya.

Kepala KSDA Provinsi Jambi Didi Woerjanto mengatakan, serangan gajah ke kebun sawit petani Kecamatan Serai Serumpun sudah terjadi sejak 2002. Luas kebun sawit mereka yang rusak hingga saat ini sudah mencapai 171 ha. Masyarakat transmigrasi dari Jawa Timur yang menghuni desa itu kini frustrasi. Penanganan gangguan gajah harus dipercepat. Hingga Minggu (10/5), sekitar 80 gajah yang masuk ke perkebunan sa- wit petani Tebo belum bisa dihalau.

Gajah tersebut akan digiring kembali ke TNBT. Petani transmigrasi yang menjadi korban serangan gajah itu tak perlu dipindahkan. Penggiringan akan dilakukan secara massal seperti penggiringan 200 ekor gajah dari perkebunan Gunung Madu ke Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Provinsi Lampung.

Jumlah personel yang dikerahkan mencapai 300 orang. Dikerahkan, beberapa helikopter untuk memantau arah pergerakan gajah dari udara. Penggiringan gajah di Lampung ketika itu menempuh jarak 60 kilometer, menelan biaya besar dan memakan waktu berbulan-bulan.

Upaya menggiring gajah ini sangat sulit bila melihat pengalaman penggiringan gajah di Lampung. Penggiringan harus bisa dilakukan demi penyelamatan gajah dan petani. Supaya rencana ini berjalan lancar, sangat dibutuhkan bantuan dana dan tenaga dari Departemen Kehutanan. [SP/Radesman Saragih]


SUARA PEMBARUAN DAILY,Last modified: 22/5/09