Hukum Adat Selamatkan Hutan di Bungo

Pendampingan yang dilakukan para aktivis lingkungan hidup, ternyata memiliki manfaat besar membangun motivasi masyarakat di sekitar hutan melawan keganasan penjarah hutan. Kehadiran para aktivis lingkungan mampu memberikan semangat kebersamaan bagi warga desa menghalau siapa saja yang hendak menghancurkan hutan di sekitar desa mereka.

Peran aktivis lingkungan menggerakkan masyarakat desa dalam pelestarian hutan ini cukup berhasil di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Jalinan kerja sama Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi dengan warga desa mampu mengamankan sekitar 2.356 hektare (ha) Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur dari ancaman penjarahan hutan.

"Ribuan hektare hutan lindung yang menjadi sumber air dan sumber energi pembangkit listrik di Desa Lubuk Beringin kini aman. Hutan tersebut telah dikukuhkan Menteri Kehutanan MS Kaban menjadi hutan desa beberapa waktu lalu. Sesuai statusnya sebagai hutan desa, Hutan Lindung Bukit Rantau Panjang Rantau Bayur tidak bisa lagi disentuh pengusaha untuk dijadikan kebun sawit atau hutan tanaman industri (HTI)," kata Direktur Eksekutif Direktur KKI Warsi Jambi Rachmat Hidayat di Jambi, Jumat (31/7).

Menurut Rachmat, pengalihan status hutan lindung menjadi hutan desa itu diajukan pertama kali kepada Bupati Bungo H Zulfikar Achmad lima tahun lalu. Usulan tersebut mendapat tanggapan positif. Bupati Bungo melalui surat Nomor 522/B312/Hutbun/2008 mengajukan pengukuhan Hutan Lindung Desa Lubuk Beringin menjadi hutan desa kepada Menteri Kehutanan. Surat tersebut didasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.49/Menhut - II/2008 tentang Hutan Desa.

Hutan adat desa tersebut dinilai perlu memiliki kekuatan hukum berupa surat keputusan Menteri Kehutanan agar tidak dikonversi menjadi kebun sawit. Selanjutnya, Menteri Kehutanan menyetujui penetapan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur menjadi hutan desa. Pengukuhan hutan desa itu melalui Surat Keputusan (SK) Menhut Nomor 109/Menhut-II/2009 tentang penetapan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur menjadi Hutan Desa di Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.

Gubernur Jambi juga mengeluarkan SK Nomor 124 Tahun 2009 tentang pengelolaan Hutan Desa Lubuk Beringin kepada kelompok Ndendang Hulu Sako Batang Buat (kelompok pengelola hutan desa). Dengan adanya persetujuan pemerintah itu, warga Desa Lubuk Beringin dapat memanfaatkan kekayaan hutan di desa mereka untuk keperluan hidup sehari-hari, tanpa merusak lingkungan dan hutan.

Menurut Rachmat, warga Desa Lubuk Beringin telah lama mendambakan hak pengelolaan hutan lindung tersebut menjadi hutan desa. Warga desa merasa perlu mengelola hutan lindung itu agar mereka bisa memetik manfaatnya sekaligus menjaga kelestarian hutan tersebut.

Manfaat

Ada tiga manfaat yang bisa dinikmati warga Desa Lubuk Beringin dari hutan lindung itu. Hutan lindung yang terancam ekspansi usaha HTI dan perkebunan sawit itu menjadi sumber air minum dan irigasi pertanian mereka. Hutan lindung tersebut juga menjadi sumber pembangkit listrik bagi mereka. Kemudian, warga desa juga dapat menikmati hasil hutan non kayu seperti rotan, buah-buahan, madu, hewan, dan ikan.

Mengetahui banyaknya manfaat hutan bagi warga Desa Lubuk Beringin tersebut, KKI Warsi Jambi berusaha mengajukan pengalihan hutan lindung tersebut menjadi hutan desa. Penetapan status hutan lindung menjadi hutan desa memberikan kewenangan menerapkan hukum adat desa bagi siapa saja yang merusak hutan. Hutan lindung tersebut tak bisa disentuh para pengusaha kayu, pengusaha sawit, dan makelar tanah.

Tokoh masyarakat Desa Lubuk Beringin, Hadirin Datuk Rio menyebutkan, masyarakat desa tersebut hingga kini masih melestarikan hukum adat. Berdasarkan hukum adat desa itu, siapa pun yang tertangkap menebang kayu tanpa izin di hutan desa itu dijatuhi sanksi adat.

Sanksi tersebut, antara lain membayar utang seekor kerbau, 100 kilogram (kg) beras dan lauk-pauk lainnya. Perusak hutan dan lingkungan di desa tersebut juga biasanya dijatuhi sanksi berupa pengucilan dari pergaulan sosial.

"Pemberian hak pengelolaan hutan desa ini menguatkan kami melaksanakan hukum adat bagi perusak hutan dan lingkungan. Kami akan lebih berani melarang siapa pun yang hendak merambah dan mencuri kayu dari hutan desa ini," katanya.

Rachmat mengatakan, hutan desa penting bagi masyarakat Desa Lubuk Beringin untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Hutan desa itu juga penting agar masyarakat desa bisa melindungi kawasan hutan lindung itu. Proteksi itu penting karena hutan tersebut menjadi sumber utama air Sungai Batang Buat.

Kawasan hutan sangat penting bagi masyarakat setempat untuk menjamin ketersediaan air Batang Buat untuk memutar kincir air pembangkit listrik. Pembangkit listrik tenaga air yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat desa itu menghasilkan energi listrik 10 kilowatt. Listrik tersebut mampu menerangi 85 rumah warga Desa Lubuk Beringin ditambah lima rumah warga desa tetangga, Desa Laman Panjang.

Selain itu, penetapan hutan desa itu juga memberikan kesempatan bagi warga desa memanfaatkan hutan hasil hutan nonkayu. Misalnya wisata lingkungan, penelitian, pengairan sawah, pemijahan ikan serta kebutuhan air bersih.

"Jika hutan di wilayah hulu Sungai Batang Buat tidak terjaga dengan baik, maka sungai tersebut tidak akan mampu memutar kincir pembangkit listrik dan sumber air bersih warga desa pun hilang. Ini yang menjadi perekat hubungan masyarakat dengan pelestarian lingkungan di desa ini," katanya.

Menurut Rachmat, penyerahan hak pengelolaan hutan desa di Desa Lubuk Beringin tersebut merupakan yang pertama di Indonesia. Pengelolaan hutan desa itu diharapkan bisa menjadi model bagi pembangunan hutan-hutan desa di berbagai daerah.

Pelestarian hutan melalui pengelolaan hutan desa tersebut tidak hanya perlu bagi warga desa, tetapi juga bagi dunia. Pelestarian hutan desa memberikan manfaat bagi dunia mengurangi pemanasan global.

Yang menikmati kelestarian hutan lindung di Bungo ini bukan hanya warga desa setempat, tetapi juga warga negara Indonesia dan dunia. Karena itu, kita tetap mendampingi petani dalam pengelolaan hutan desa tersebut. [SP/Radesman Saragih]
***(Suara Pembaruan, Jumat, 5/8/09)

0 Response to "Hukum Adat Selamatkan Hutan di Bungo"

Posting Komentar