Ketua Pemuda GKPS Kotabaru Jambi, Ronald Purba (berdiri) ketika membagikan masker kepada warga jemaat pada Pesta
Olob-olob (Suka Cita) GKPS Resort Jambi memperingati 111 Tahun Pekabaran Injil
(PI) di daerah Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) di GKPS Kotabaru Jambi,
Minggu (28/9/2014). (Foto : Warna/RSM)
(Warna/Jambi) – Kaum ibu-ibu yang membawa anak – anak bayi lima
tahun (balita) tampak kerepotan ketika mengikuti ibadah di Gereja Kristen
Protestan Simalungun (GKPS) Kotabaru Jambi, Minggu (12/10/2014) pagi.
Konsentrasi mereka mengikuti ibadah agak terganggu karena kerepotan mengipas –
ngipas wajah bayi. Mereka berupaya menghalau asap tebal yang masuk ke geraja
agar bayi mereka tidak sampai menghirup asap tersebut.
Kerepotan hidup menghadapi bencana
asap tersebut juga dialami sebagian warga jemaat GKPS Jambi ketika pelaksanaan
Pesta Olob-olob (Suka Cita) GKPS Resort Jambi memperingati 111 Tahun Pekabaran
Injil (PI) di daerah Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) di GKPS Kotabaru Jambi,
Minggu (28/9/2014). Ketika itu, pihak pimpinan Gereja terpaksa membagikan
masker kepada warga jemaat dalam kebaktian karena asap tebal masuk sampai ke
dalam gereja.
Asap kebakaran lahan dan hutan yang menyelimuti Kota Jambi dilihat dari halaman GKPS Kotabaru Jambi, Minggu (28/9/2014). (Foto:Warna/RD)
Tentunya kerepotan hidup akibat asap
tebal tersebut juga dialami segenap umat Kristen di Kota Jambi. Kerepotan itu
bukan hanya karena gangguan asap terhadap kegiatan sehari-hari. Asap tebal juga
mengganggu kesehatan warga Kristen seperti yang dialami sebagian besar warga
masyarakat di Jambi. Gangguan kesehatan tersebut terutama merebaknya penyakit
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), flu, demam dan penyakit lainnya. Gangguan
kesehatan akibat asap tersebut membuat anak-anak banyak yang sakit dan terpaksa
berobat, sekolah – sekolah diliburkan.
Warga Gereja Terlibat
Kendati asap tebal yang berasal
dari kebakaran lahan dan hutan menyelimuti Kota Jambi, beberapa kabupaten,
termasuk juga beberapa daerah wilayah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan, namun
tak banyak upaya yang bisa dilakukan berbagai pihak menanggulangi bencana asap
tersebut.
Pemerintah tak bisa berbuat banyak mencegah
dan menanggulangi bencana asap tersebut. Pihak Gereja sendiri pun hanya bisa pasrah
menghadapi bencana asap tersebut. Pemerintah dan Gereja hanya bisa memberikan
masker untuk melindungi masyarakat dari ancaman penyakit ISPA.
Asap tebal akibat
kebakaran lahan dan hutan menyelimuti Kota Jambi membuat warga banyak
menggunakan masker ketika mengendarai sepeda motor. Tampak pengendara sepeda
motor menggunakan masker ketika melintas di tengah asap, Jalan Haji Agus Salim,
Kotabaru, Kota Jambi, Jumat (10/10/2014). (Foto: Warna/Rds)
Ketidak-mampuan pemerintah menanggulangi
bencana asap di Jambi dan di beberapa provinsi di Sumatera sebenarnya banyak
dipengaruhi sikap Gereja sendiri yang kurang peduli terhadap pencegahan dan
penanggulangan kebakaran lahan dan hutan.
Dikatakan demikian karena pada
kenyataannya, kebakaran lahan dan hutan di Jambi dan di beberapa daerah di
Sumatera melibatkan oknum-oknum pengusaha dan petani yang notabene adalah warga
Gereja. Mereka membuka dan membersihkan dan membuka perkebunan kelapa sawit dengan
cara membakar.
Faktanya terungkap dari kasus-kasus
penangkapan pelaku pembakara lahan dan hutan di Jambi yang melibatkan warga
yang merupakan warga Gereja. Keterlibatan warga Gereja dalam pembakaran lahan dan
hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut banyak dipengaruhi
minimnya upaya Gereja dalam melakukan sosialisasi mengenai pencegahan dan
penanggulangan kebakaran lahan dan hutan.
Kabut asap tebal yang menyelimuti Kota Jambi selama sebulan ini menyebabkan
transportasi air di Sungai Batanghari juga ikut lumpuh. Tampak suasana di
pelabuhan Angso Duo, Sungai Batanghari, Kota Jambi sepi dari kegiatan kapal
penumpang dan barang akibat asap. Gambar diambil Selasa (30/9/2014). (Foto :
Warna/Rds)
Gereja-gereja di Jambi dan daerah
lain di Sumatera masih jarang melakukan penyuluhan –penyuluhan bagi warganya
agar tidak melakukan pembakaran dalam pembersihan dan pembukaan lahan
perkebunan kelapa sawit. Menurut catatan Warna
juga, Gereja-gereja dari berbagai denominasi masih jarang menyelenggarakan
semacam seminar atau ceramah mengenai bahaya kebakaran lahan dan hutan.
Anggota Perutusan Synode Bolon
(Sidang Raya) GKPS asal Jambi, St Drs GM Saragih MSi mengatakan, pihak GKPS
Pusat sendiri belum memberikan perhatian terhadap upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran lahan dan hutan yang terjadi setiap tahun di Sumatera.
Usul – usul sudah sering disampaikan mengenai perlunya sosialisasi pencegahan
kebakaran lahan dan hutan di tengah GKPS di Sumatera, terutama di daerah Riau,
Jambi dan Sumatera Selatan. Namun usul tersebut tidak ditindaklanjuti. Sampai
sekarang pun masih jarang adanya kegiatan gereja-gereja GKPS, termasuk di Jambi
terkait pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan.
Turut Bertanggung Jawab
Sebenarnya Gereja turut juga
bertanggung jawab terhadap pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan
hutan. Masalahnya, warga Gereja di Jambi, Riau dan Sumatera Selatan dan daerah
lain di Sumatera banyak yang berusaha di bidang perkebunan kelapa sawit. Tidak
tertutup kemungkinan warga Gereja yang berusaha di bidang perkebunan kelapa
sawit juga turut melakukan pembakaran dalam pembersihan dan pembukaan lahan.
Dengan demikian warga Gereja yang membuka kebun sawit dengan cara membakar juga
turut menjadi pelaku terjadinya bencana asap. Padahal bencana asap tersebut
juga menimbulkan kerugian bagi umat Kristen.
Tugas penting yang bisa dilakukan
Gereja dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan serta
bencana asap, yakni melakukan pencerahan kepada para warga Gereja yang berkebun
sawit agar tidak melakukan pembakaran dalam pembukaan maupun pembersihan kebun
sawit. Pencerahan ini penting agar para petani sawit dari kalangan umat Kristen
tidak semata-mata mengejar keuntungan, tetapi juga memperhatikan kelestarian
lingkungan serta kesehatan manusia.
Kalau Gereja masih abai terhadap
sosialisasi pencegahan dan penanggulangan
kebakaran lahan dan hutan yang selalu menimbulkan bencana asap tersebut, warga
Gereja akan semakin banyak bakal menjadi pesakitan akibat tertangkap membakar
lahan dan hutan untuk membuka maupun membersihkan kebun sawit.
Warga jemaat GKPS Kotabaru Jambi dan GKPS Persiapan Tanah Kanaan Kota Jambi mengikuti ibadah Pesta Olob-olob (Suka Cita) GKPS
Resort Jambi memperingati 111 Tahun Pekabaran Injil (PI) di daerah Simalungun,
Sumatera Utara (Sumut) di tengah kepungan asap tebal di halaman GKPS Kotabaru Jambi, Minggu (28/9/2014). (Foto :
Warna/RSM)
Dikatakan demikian karena jajaran
keamanan di Jambi, termasuk daerah lain di Sumatera terus meningkatkan
penegakan hukum dalam penanggulangan kebakaran lahan dan hutan. Selama
terjadinya bencana asap dan kebakaran lahan dan hutan di Jambi dua bulan
terakhir, jajaran kepolisian daerah (Polda) Jambi.
Kapolda Jambi, Brigjen Pol Bambang
Sudarisman mengatakan, pihaknya akan terus bertindak tegas terhadap para pembakar
lahan dan hutan. Hal itu dilakukan untuk memberantas kasus-kasus kebakaran
lahan dan hutan. Jajaran Kepolisian Resor (Polres) Sarolangun misalnya telah menangkap
enam orang pembakar lahan di Dusum Dam Siambang, Desa Pemusiran, Kecamatan
Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, Rabu (1/10/2014).
Para pembakar lahan dan hutan
tersebut sebagian adalah warga Gereja. Empat orang tersangka pembakar lahan dan
hutan tersebut, masing – masing Sd (37), Ps (39), Hn (25) dan Pn (31), warga
Sarolangun dan dua orang lainnya, Ed (47) dan Ab (19), warga asal Kota
Pekanbaru, Riau. Selain menahan para tersangka, polisi setempat juga menyita
barang bukti satu unit mobil jenis Taft Rocky, korek api, parang dan cangkul.
Polres Batanghari menangani dua kasus pembakaran lahan dan hutan. Sedangkan
Polres Tanjungjabung Timur, Polres Tanjungjabung Barat dan Polres Tebo
masing-masing menangani satu kasus pembakar lahan dan hutan.
Menurut Kapolda Jambi, kasus
pembakaran lahan dan hutan yang ditangani kepolisian di Jambi hingga Oktober
ini sebanyak 13 kasus. Kasus pembakaran lahan dan hutan di Batanghari dengan
tiga orang tersangka dan di Tanjungjabung Barat dengan delapan orang tersangka
sudah dilimpahkan kepada pihak kejaksaan. Mudah – mudahan penegakan hukum yang
kami lakukan bisa menekan kasus pembakaran lahan dan hutan di Jambi.
Suasana Kota Jambi yang diselimuti asap tebal dari kebakaran lahan dan hutan, tampak dari depan Gereja Methodist Indonesia (GMI) Jl Kol. M Kukuh, Paal V, Kotabaru, Kota Jambi. Sabtu (11/10/2014). (Foto:Warna/Rds)
Jadi kalau warga Gereja yang
berkebun sawit tidak hati-hati dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran lahan
dan hutan dalam pembukaan maupun pembersihan kebun sawit, tak mustahil jumlah warga
Gereja yang tertangkap dan diproses secara hukum akibat kasus pembakaran lahan
dan hutan akan terus bertambah. Bila ini terjadi, tentunya hal tersebut
mempermalukan Gereja sendiri. Warga Gereja yang sebenarnya juga menjadi korban bencana
asap kebakaran lahan dan hutan, ternyata penyebab bencana asap tersebut juga
melibatkan warga Gereja. Ini suatu ironi yang perlu disikapi Gereja. Semoga.
(St R Saragih, GKPS Jambi)
0 Response to "Menggugat Peranan Gereja dalam Penanggulangan Asap di Sumatera "
Posting Komentar