Srikandi Batik dari Jambi

Keterpurukan usaha kerajinan batik tradisional di Jambi akibat lonjakan harga berbagai bahan baku beberapa tahun belakangan ini, ternyata tidak membuat Nafizah (30) patah arang. Pada saat pengusaha batik bertumbangan akibat mahalnya biaya produksi dan sulitnya pemasaran, usaha milik Nafizah, "Dua Putri" tetap eksis.
Nafizah mampu mempertahankan usaha yang dikelolanya sejak 1994. Kiatnya, tak henti membuat terobosan jitu mencari bahan baku alami dan murah untuk mengatasi mahalnya bahan baku pembuatan batik. Di antaranya, penemuan zat pewarna batik tradisional dari bahan-bahan alam seperti kulit kayu, bunga-bungaan, daun-daunan, dan buah-buahan. Zat-zat pewarna alam penemuan Nafizah tersebut meliputi kulit kayu bulian, kulit batang daun salam, daun salam, daun alpukat, daun mangga, buah mengkudu, bunga bugenvil, dan kulit buah jengkol.
Perjuangan Nafizah menemukan zat-zat pewarna alternatif itu ternyata tidak hanya mampu mengatasi kesulitan modal usaha sanggar batiknya. Penemuan itu justru melambungkan namanya di tingkat nasional. Anak bungsu dari lima bersaudara itu berhasil merebut gelar Juara II Pemuda Pelopor Tingkat Nasional tahun 2005.
Di rumahnya yang sekaligus menjadi sanggar batik di Kelurahan Jelmu, Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi (Sekoja), Nafizah mengaku terpaksa melirik kulit kayu menjadi zat pewarna karena mulai kesulitan membeli zat-zat pewarna kimia. Srikandi batik dari Sekoja itu terpikir untuk memanfaatkan kulit kayu setelah mendapatkan masukan dari orangtuanya. Banyak kulit kayu di Jambi yang memiliki warna. Di antaranya kayu bulian dan kayu samak merah. Kulit kayu tersebut mudah diperoleh karena banyak yang hanyut di Sungai Batanghari selama ini.
Beberapa kali mencoba, usaha itu berhasil. Nafizah mencari jenis-jenis bahan lain untuk zat pewarna alami. Dia pun mencoba mengolah kulit kayu daun salam, daun salam, daun mangga, daun alpukat, bunga bugenvil dan buah mengkudu untuk zat pewarna.
Terakhir, menjelang lomba Pemuda Pelopor, Oktober 2005, ia mencoba mengolah kulit atau cangkang buah jengkol menjadi zat pewarna. Juga berhasil. Upaya itu yang mengantarnya masuk jajaran Pemuda Pelopor 2005 untuk kategori teknologi tepat guna. Sebelumnya, dia meraih gelar Juara I Pemuda Pelopor Kota Jambi dan Juara I Pemuda Pelopor Tingkat Provinsi Jambi.
Nafizah menjelaskan, zat-zat warna bahan-bahan alam itu bisa dimanfaatkan menjadi pewarna batik melalui proses sederhana. Bahan-bahan itu digiling terlebih dulu, kemudian diperas dan disaring. Pemantapan warna dilakukan dengan memasukkan kapur dari batu gamping. Kulit kayu bulian menghasilkan warna merah hati, buah mengkudu menghasilkan warna krem, dan kulit jengkol menghasilkan warna cokelat.
Kelemahan
Terobosan lain, di antaranya mengubah warna-warni batiknya menjadi lebih lembut seperti karakter warna batik Jawa. Namun, bukan berarti ia meninggalkan karakter cemerlang yang selama ini menjadi ciri khas warna batik tradisional Jambi. Paduan warna batik Jawa dengan Jambi itu menjadikan hasil kerajinan batik Nafizah diminati pasar, lokal, nasional, maupun luar negeri.
"Konsumen batik nasional dan internasional cenderung menyukai warna batik yang lembut dan menyejukkan. Peminat batik kami kebanyakan dari Jepang dan Australia. Mereka langsung memesan ke sini," ujar Nafizah, kelahiran Jambi, 12 Agustus 1976 itu.
Kelemahan batik Jambi di pasar nasional dan internasional selama ini menurut pendapatnya bukan karena kualitas produksinya. Kelemahan utama terletak pada corak warna yang terlalu norak, seperti merah menyala, kuning, biru, hijau, kuning, pink. Selain itu motifnya terlalu miskin.
Motifnya terlalu didominasi gambar durian pecah dan kembang. Produk bahan jadinya pun kurang modis. "Kelemahan-kelemahan itulah yang saya perbarui, sehingga tetap bisa mendapatkan pasar. Pembaruan saya lakukan karena pernah studi banding dan pelatihan ke beberapa sentra kerajinan batik di Yogyakarta, Jawa Tengah," ujarnya.
Ia mengakui, usaha kerajinan batik di Jambi saat ini memang benar-benar menghadapi masa sulit. Para perajin sulit memasarkan produksi karena permintaan terus merosot. Perajin sering hanya berproduksi bila ada pesanan. Kondisi demikian membuat usaha-usaha yang masih eksis saat ini mengurangi jumlah pekerja. "Saya kini mempekerjakan dua orang. Biasanya 20 orang per hari. Tujuh pekerja tetap dan 13 orang bekerja dengan gaji harian," ujarnya.
Saat ini rata-rata dalam satu bulan ia minimal bisa menjual 100 meter kain batik bahan katun, kualitas rendah, dan batik sutra. "Penghasilan kotor Rp 3 juta - Rp 4 juta per bulan. Kalau ada pesanan khusus minimal 100 meter penghasilan bisa mencapai Rp 10 juta sebulan," ujarnya.
Pendapatan sebesar itu pas-pasan. Sekitar Rp 2 juta untuk membayar cicilan pinjaman atau kredit dari PT Pertamina, sisanya untuk gaji pekerja dua orang minimal Rp 500.000 per orang sebulan dan modal membeli bahan.
"Penghasilan tambah kalau ada pesanan. Bulan ini saya mendapat penghasilan tambahan karena ada pesanan pembuatan batik dari Pemkab Tanjungjabung Barat, untuk seragam pada pameran ke Pekan Raya Jakarta bulan depan," katanya.
Mencintai
Kendati menghadapi masa sulit, Nafizah bertekad mempertahankan karena sudah telanjur mencintainya dan tidak ingin batik tradisional kekayaan budaya warisan nenek moyang itu punah.
Ia menyayangkan saat ini banyak remaja putri yang menekuni kerajinan batik banting setir. Mereka memilih bekerja di pusat-pusat perbelanjaan. Keadaan seperti itu dikhawatirkan membuat batik Jambi punah karena kehilangan kader-kader perajinnya. "Kalau di Jawa beda. Perajin tampaknya profesional. Kerajinan batik dijadikan penghasilan utama, bukan penghasilan sampingan seperti di Jambi. Inilah tantangan yang harus saya hadapi," ia menegaskan.
Nafizah mulai menekuni kerajinan batik setamat SMA Negeri 7 tahun 1993. Semula ia bekerja di sanggar milik orang lain dengan upah harian. Setelah beberapa tahun menekuni, dia mendirikan sanggar sendiri.
Modal awalnya pinjaman dari PT Pertamina sebesar Rp 10 juta. Pinjaman tersebut cepat bisa dilunasi karena usaha batiknya maju. [Pembaruan/Radesman Saragih]

0 Response to "Srikandi Batik dari Jambi"

Posting Komentar