Mereguk Nikmat Hutan Lestari di Desa Lubuk Beringin

[JAMBI] Keresahan warga Desa Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo, Jambi terhadap ancaman kerusakan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur di sekitar desa mereka sirnalah sudah. Hutan lindung seluas 2.356 hektare (ha) tersebut kini aman dari ancaman pembalakan liar, perluasan areal hutan tanaman industri (HTI) dan kebun sawit. Perusahaan HTI, perusahaan sawit, cukong kayu dan makelar tanah tidak bisa lagi menyentuh hutan itu. Hutan lindung itu kini telah sah menjadi “milik” warga desa.

Menteri Kehutanan, H MS Kaban dan Gubernur Jambi, H Zulkifli Nurdin telah memberikan hak pengelolaan hutan itu kepada warga Desa Lubuk Beringin dengan menetapkan status hutan lindung itu menjadi hutan desa. Pengukuhan hutan desa itu dilaksanakan di di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi, Senin (30/3).

Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Rachmat Hidayat kepada SP mengatakan, warga Desa Lubuk Beringin telah lama mendambakan hak pengelolaan hutan lindung tersebut menjadi hutan desa. Warga desa merasa perlu mengelola hutan lindung itu agar mereka bisa memetik manfaatnya sekaligus menjaga kelestarian hutan tersebut.

Ada tiga manfaat yang bisa dinikmati warga Desa Lubuk Beringin dari hutan lindung itu. Hutan lindung yang terancam ekspansi usaha HTI dan perkebunan sawit itu menjadi sumber air minum dan irigasi pertanian mereka. Hutan lindung tersebut juga menjadi sumber pembangkit listrik bagi mereka. Kemudian warga desa juga dapat menikmati hasil hutan non kayu seperti rotan, buah-buahan, madu, hewan dan ikan.

Hukum Adat

Mengetahui banyaknya manfaat hutan bagi warga Desa Lubuk Beringin tersebut, KKI Warsi Jambi berusaha mengajukan pengalihan hutan lindung tersebut menjadi hutan desa. Penetapan status hutan lindung menjadi hutan desa memberikan kewenangan menerapkan hukum adat desa setempat bagi siapa saja yang merusak hutan tersebut. Dengan demikian hutan lindung tersebut tak bisa disentuh para pengusaha kayu, pengusaha sawit dan makelar tanah.

Tokoh masyarakat Desa Lubuk Beringin, Hadirin Datuk Rio pada kesempatan itu menyebutkan, masyarakat desa tersebut hingga kini masih melestarikan hukum adat bagi perusak hutan. Berdasarkan hukum adat desa itu, siapa pun yang tertangkap menebang kayu tanpa izin di hutan desa itu dijatuhi sanksi adat.

Sanksi tersebut antara lain membayar hutang seekor kerbau, 100 kilogram (kg) beras dan lauk-pauk lainnya. Perusak hutan dan lingkungan di desa tersebut juga biasanya dijatuhu sanksi berupa pengucilan dari pergaulan sosial.

“Pemberian hak pengelolaan hutan desa ini menguatkan kami melaksanakan hokum adat bagi perusakhutan dan lingkungan di desa ini. Kemudian kami juga akan lebih berani melarang siapa pun yang hendak merambah dan mencuri kayu dari hutan desa ini,”katanya.

Proteksi Hutan

Rakhmat Hidayat mengatakan, hutan desa tersebut ini penting bagi masyarakat Desa Lubuk Beringin tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Hutan desa itu juga penting agar masyarakat desa bisa memproteksi atau melindungi kawasan hutan lindung itu. Proteksi itu penting karena hutan terabit menjadi sumber utama air sungai Batang Buat di desa itu.

Kawasan hutan tersebut juga sangat penting bagi masyarakat setempat menjamin ketersediaan air Batang Buat untuk memutar kincir air pembangkit listrik di desa itu. Pembangkit listrik tenaga air yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat desa itu menghasilkan energi listrik 10 Kilowatt. Listrik tersebut mampu menerangi sebanyak 85 rumah warga Desa Lubuk Beringin ditambah lima rumah warga desa tetangga, Desa Laman Panjang.

Selain itu penetapan hutan desa itu juga memberikan kesempatan bagi warga masyarakat desa setempat memanfaatkan hutan hasil hutan non kayu. Misalnya wisata lingkungan, penelitian, pengairan sawah, pemijahan ikan serta kebutuhan air bersih.

“Jika hutan di wilayah hulu sungai Batang Buat tidak terjaga dengan baik, maka sungai tersebut tidak akan mampu memutar kincir pembangkit listrikdan sumber air bersih warga desa pun hilang. Ini yang menjadi perekat hubungan masyarakat dengan pelestarian lingkungan di desa ini,”katanya.

Menurut Rakhmat, penyerahan hak pengelolaan hutan desa di Desa Lubuk Beringin tersebut merupakan yang pertama di Indonesia . Pengelolaan hutan desa itu diharapkan bisa menjadi model bagi pembangunan hutan-hutan desa di berbagai daerah.

Pelestarian hutan melalui pengelolaan hutan desa tersebut tidak hanya perlu bagi warga desa, tetapi juga bagi dunia. Pelestarian hutan desa memberikan manfaat bagi dunia mengurangi pemanasan global.

“Jadi yang menikmati kelestarian hutan lindung di Bungo ini bukan hanya warga desa setempat, tetapi juga warga negara Indonesia dan dunia,”katanya.

Tanggapan Positif

Dijelaskan, usulan pengalihan status hutan lindung menjadi hutan desa itu diajukan pertama kali kepada Bupati Bungo, H Zulfikar Achmad lima tahun lalu. Usulan tersebut mendapat tanggapan positif.

Bupati Bungo melalui surat Nomor 522/B312/Hutbun/2008 mengajukan pengukuhan hutan lindung Desa Lubuk Beringin menjadi hutan desa kepada Menteri Kehutanan. Surat tersebut didasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.49/Menhut - II/2008 tentang Hutan Desa.

“Hutan adat desa tersebut perlu memiliki kekuatan hukum berupa surat keputusan Menteri Kehutanan agar tidak sampai dikonversi menjadi kebun sawit,”katanya

Melalui perjuangan tak kenal lelah, akhirnya Menteri Kehutanan menyetujui penetapan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur menjadi hutan desa. Pengukuhan hutan desa itu melalui surat keputusan (SK) Menhut Nomor 109/Menhut-II/2009 tentang penetapan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur menjadi Hutan Desa di Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.

Selain itu Gubernur Jambi juga mengeluarkan SK Nomor 124 Tahun 2009 tentang pengelolaan Hutan Desa Lubuk Beringin kepada kelompok Ndendang Hulu Sako Batang Buat (kelompok pengelola hutan desa). [SP/Radesman Saragih/Sumedi TP]

0 Response to "Mereguk Nikmat Hutan Lestari di Desa Lubuk Beringin"

Posting Komentar